poojetz >> Puji Astuti

perkataan pertama adalah yang keluar dari hati

Masuk’in fisika dalam basket


Inti utama dari olahraga basket adalah bola basket itu sendiri. Semua pemain dari kedua tim yang bertanding berlomba-lomba memperebutkan satu bola yang sama untuk kemudian menjebloskannya ke dalam keranjang basket milik lawan. Bola basket yang baik dan berstandar internasional menjadi syarat utama pertandingan basket dunia. Tetapi sebaik apa pun bola basket tersebut, yang menjadi peranan utama adalah teknik permainan para atlet di lapangan. Teknik permainan para atlet ini merupakan demonstrasi fisika yang sangat atraktif dan penuh intensitas. Perkembangan olahraga bola basket selama dua puluh tahun terakhir sangat dipengaruhi oleh perkembangan fisika dalam hal pemantulan bola, lemparan-lemparan jitu, dan lompatan pemain yang bagaikan terbang di udara.


Lemparan lay-up

Magic Johnson sangat terkenal dengan lemparan lay-up nya. Dalam melakukan lemparan ini Magic mula-mula berlari sambil mendribble bola, setelah melewati beberapa pemain lawan, dekat dengan keranjang basket, ia melompat dan melepas (tanpa melontarkannya keras-keras) bola ke atas. Bola melayang, membentuk lintasan lengkung yang manis dan masuk dalam keranjang dengan cantiknya. Banyak orang tercengang mengapa dengan hanya melepasnya, bola dapat bergerak melengkung. Darimana bola mendapat kecepatannya? Apakah ini suatu “magic” atau sihir?

Tentu saja bukan! Ini bukanlah sulap atau sihir. Ini adalah fisika. Pada abad ke-19 Newton sudah mengatakan (hukum Newton) bahwa suatu benda yang sedang bergerak akan cenderung terus bergerak. Bola yang dibawa lari oleh Magic mempunyai kecepatan sama dengan kecepatan Magic. Ketika dilepas, bola akan meneruskan gerakannya dengan kecepatan semula, sehingga bola dapat meluncur manis ke dalam keranjang.

Lucky shot

Dalam melakukan lemparan bebasnya dari jarak sekitar 4,5 meter, Michael Jordan sering membuat bola berputar dengan backspin (lihat gambar 1). Kata orang backspin dapat menjinakkan bola ketika menumbuk papan penyangga keranjang basket. Saking jinaknya, setelah memantul dari papan ini bola sepertinya kehilangan kecepatannya dan jatuh masuk dalam bola secara manis. Wah apakah ini kebetulan (lucky shot)? Kok bisa begitu… aneh sekali mengapa bola bisa jadi jinak. Apakah Jordan mempunyai alat kontrol remote yang dapat membuat bola jinak? Atau apakah Jordan mempunyai kekuatan supranatural?

Tentu saja jawabnya juga tidak. Ini ada hubungannya dengan fisika gesekan. Ketika bola yang berputar dengan backspin ini menumbuk papan penyangga keranjang, maka timbulah gaya gesekan antara bola dan papan itu. Gaya gesekan ini arahnya vertikal keatas berlawanan dengan arah komponen vertikal dari kecepatan bola. Gaya gesekan ini menghambat lajunya bola. Bukan itu saja gaya gesekan juga mengurangi putaran bola (Gambar 2). Pengurangan kecepatan (baik lajunya maupun kecepatan putarnya) ini berakibat bola bergerak lambat dan menjadi jinak. Akibatnya bola dapat secara perlahan jatuh dalam keranjang. Hal ini tidak terjadi pada bola yang berputar dengan forward-spin. Pada bola ini gesekan akan mempercepat gerakan bola sehingga bola terpantul keras, liar dan tidak mau masuk keranjang (Gambar 3).

Raksasa O’Neal

Dalam permainan basket salah satu atraksi yang menarik adalah bagaimanadengan si raksasa Shaquille O’Neal melabrak musuh-musuhnya dan melompat melakukan slam dunk (Gambar 4). Menurut teori tumbukan, jika dua benda bertumbukan maka benda yang ringan akan terlempar. Hal ini menjelaskan mengapa lawan-lawan O’Neal yang bertubuh relatif lebih kecil tidak mampu menahan laju raksasa yang beratnya 152 kg ini, sehingga sang raksasa berhasil menyarangkan bola dengan melakukan slam-dunk tanpa ada yang mampu menghalanginya.

Dribble

Seorang pemain yang sedang melakukan dribble sebenarnya memanfaatkan Hukum III Newton tentang gaya aksi-reaksi. Saat bola dilepaskan oleh Eric Snow, gaya gravitasi bumi menariknya jatuh ke lantai. Ketika bola bertumbukan dengan lantai, bola memberikan gaya pada lantai (gaya aksi). Sebagai akibatnya lantai memberikan reaksi melawan gaya aksi ini. Gaya yang diberikan lantai ini disebut gaya reaksi yang besarnya sama dengan gaya aksi. Gaya reaksi inilah yang menyebabkan bola memantul lagi ke atas. Namun karena sebagian energi bola terserap lantai maka bola pantul tidak dapat mencapai ketinggian semula. Untuk mengkompensasi energi yang yang terserap oleh lantai ini maka Eric Snow harus memberi ekstra dorongan pada bola ke arah bawah (Gambar 5). Dorongan ekstra ini akan diteruskan bola pada lantai. Karena mendapat gaya dorong yang lebih besar maka lantai memberikan gaya reaksi yang lebih besar pula yang menolak bola ke atas lebih keras.

Hang time

Satu atraksi lain yang menakjubkan dalam permainan basket adalah ketika Kobe Bryant melakukan hang time. Pada gambar 6 tampak Kobe sepertinya terbang. Apakah benar-benar Kobe dapat terbang? Bagaimana ia mengalahkan gaya gravitasi yang menariknya untuk turun?

Sebenarnya apa yang tampak pada gambar 6 adalah suatu illusi saja. Kobe tampak seperti terbang tetapi ia sebenarnya tidak terbang. Pemain seperti Jordan, Kobe, O’Neal dengan lompatan setinggi 1 meter hanya mampu bertahan diudara selama 0.9 detik saja. Agar mereka tampak terbang maka ketika melompat mereka harus melompat dengan kecepatan setinggi-tingginya sambil berlari kemudian ketika turun mereka menekuk lututnya sehingga mereka akan kelihatan jatuh lebih lama. Kecepatan lari pemain basket akan menambah lama hang time nya itu.

Hang time dimanfaatkan oleh Kobe dan Jordan untuk mengecoh lawan yang hendak memblok mereka dalam menyarangkan bola ke keranjang. Pada gambar 7 dilukiskan pemain yang melompat melakukan hang time. Gerakan pemain ini berusaha di blok oleh lawannya. Kebanyakan pemain akan melepas bola ketika ia naik (A) atau di titik puncaknya (B). Michael Jordan atau Kobe mampu melepas bola di A, B atau C. Lama waktu untuk mencapai titik C sekitar 0.6 detik, sedangkan lamanya pemain lawan melakukan hang time (tanpa berlari) menurut

Zumenchik adalah 0.5 detik. Jadi jika Kobe melepas tembakan di C maka lawan tidak akan punya waktu untuk membloknya sehingga dengan mudah Kobe menyarangkan bola ke keranjang. (Yohanes Surya)

Bagaimana? Asyik bukan melihat atraksi fisika dalam permainan basket?

Januari 28, 2011 Posted by | Aplikasi Fisika | | Tinggalkan komentar

Kejar Grand Slam dengan Fisika


Seusai surya memberikan kuliah fisika tenis di Tokyo Denki University

Jepang, Prof. Nakamura dekan fakultas informatika TDU menyalami saya dan

mengatakan, anda pasti seorang pakar tenis (expert). Wah saya terkejut sekali…

Mau tahu ceritanya gimana fisika bisa membuat seorang yang tidak bisa main

tenis sama sekali dipuji sebagai pakar tenis? Ikuti ceritanya yuk…

Tahu yang namanya Serena Williams? Tentu saja, Serena kan juara Grand

Slam untuk keempat kalinya berturut-turut. Luar biasa sekali! Untuk mendapatkan

Grand Slam Serena harus menjuarai Australia Terbuka (lapangan

komposit/semen), Amerika Serikat Terbuka (lapangan komposit), Perancis

Terbuka (lapangan tanah liat), dan Wimbledon (lapangan rumput). Apa memang

semudah itu menaklukkan lawan-lawan tangguhnya, di berbagai negara yang

memiliki kondisi lapangan tenis yang berbeda-beda? Apa rahasianya? Yuk, kita

intip fisikanya…

Serena Williams

Sweet spots

Pernah lihat raket tenis yang dipakai pemain legendaris Fred Perry di

tahun 1935-an. Itu lho raket yang dilelang dengan harga 23.000 pound (sekitar

340 juta rupiah). Raket ini sangat berbeda dengan raket yang ada sekarang. Raket

sekarang kepalanya sangat besar dibandingkan dengan raket kunonya Fred Perry

dan berbentuk lebih lonjong (Gambar 1). Tahu nggak kenapa raket sekarang

kepalanya lebih besar? Jawabannya bukan sekedar agar bola lebih mudah

dipukul, tetapi ada alasan fisikanya lho, yaitu sweet spots.

Sweet spots merupakan daerah-daerah di kepala raket yang enak untuk

dipukul dan memberikan keuntungan-keuntungan tertentu bagi para pemain. Pada

raket kuno sweet spots terletak agak ke bawah dekat leher raket, sedangkan pada

raket kepala besar, sweet spots terletak agak ke tengah (gambar 2). Ada 3 jenis

sweet spots: node, center of percussion (COP) dan maximum coeficient of

restitution (COR). Kita selidiki yuk ketiga titik ini….

Timpuk bola ke kepala raket dengan keras, apa yang terjadi? Raket akan

bergetar bukan? Perhatikan bahwa tidak semua titik pada raket ikut bergetar. Ada

titik yang tidak ikut bergetar yang dinamakan node (gambar 3). Kalau bola yang

ditimpukkan tepat mengenai node, raket tidak akan bergetar sehingga tangan si

pemegang raket terasa lebih nyaman. Nah itu sebabnya node digolongkan sebagai

sweet spots.

Sekarang pegang raket pada posisi mendatar. Jatuhkan bola di berbagai

tempat pada kepala raket dan amati tinggi pantulannya. Aneh, tinggi pantulan bola

tidak sama untuk semua titik. Ada titik dimana bola tidak dipantulkan sama sekali

(bola langsung mati). Titik ini disebut dead spots. Letaknya dekat dengan ujung

raket Tetapi ada pula titik yang memantulkan bola sangat keras. Menurut fisika

titik ini mempunyai koefisien pantul (coeficient of restitution/COR) yang sangat

besar. Titik ini sering disebut titik COR. Para pemain kaliber dunia seperti Hingis

dan Venus Williams berlatih keras supaya pukulannya selalu mengenai titik COR

agar bola pantulnya bergerak dengan kecepatan tinggi. Keuntungan-keuntungan

pantulan inilah yang menyebabkan titik ini digolongkan sebagai sweet spots.

Letak titik COR dipengaruhi oleh luasnya kepala raket dan kelenturan batang

raket.

Masih pada posisi raket mendatar, sekarang hantamkan bola dari atas

dengan kecepatan tinggi pada berbagai daerah di kepala raket. Apa yang terjadi?

Raket terasa terdorong keras ke bawah (bertranslasi) dan terputar (berotasi).

Namun ini tidak terjadi pada semua titik. Ada titik dimana jika titik ini dihantam

bola, raket hanya berotasi murni (terputar saja). Oleh orang fisika titik ini

dinamakan center of percussion (COP). Jadi jika bola mengenai titik COP,

tangan kita tidak perlu menahan dorongan translasi. Tangan terasa lebih nyaman,

itu sebabnya titik COP juga digolongkan sebagai sweet spots. Gimana asyik

khan… tahu rahasia sweet spots.

Serve

Permainan tenis selalu dimulai dengan serve. Tapi sayangnya para pemain

amatir biasanya justru tidak terlalu mempedulikannya. Lain halnya dengan

pemain profesional tingkat dunia. Mereka justru mengasah kemampuan mereka

untuk melakukan serve sesempurna mungkin karena justru pada saat serve ini

mereka punya kesempatan untuk mencuri angka dan mengendalikan permainan.

Nama-nama seperti Pete Sampras, Boris Becker, dan Goran Ivanicevic

dikenal jagoan dalam melakukan serve karena bisa mencapai kecepatan 190-215

km/jam. Greg Rusedski memegang rekor serve dengan 239,8 km/jam sedangkan

untuk pemain cewek, Venus Williams yang memegang rekor dengan 205 km/jam.

Hebat yah…. Kecepatan sebesar itu semuanya dihasilkan dari ayunan raketnya!

Secepat apa sih tangannya mengayunkan raket? Di sinilah fisika mengintip

masuk.

Untuk menghasilkan serve yang hebat, Venus Williams harus melakukan

ayunan menembus udara dengan memperhitungkan faktor posisi raket, proyeksi

dan kecepatan tumbukan, serta mengkoordinasikan semuanya dengan pergerakan

tubuhnya (wah banyak amat fisikanya…). Agar bola bergerak dengan kecepatan

tinggi, serve dikondisikan supaya raket menumbuk bola tepat di daerah dead spot.

Letak dead spot jauh dari tangan. Menurut fisika titik yang terjauh dari tangan

(pusat putaran) mempunyai kecepatan yang tertinggi. Bukan itu saja, ketika bola

mengenai daerah dead spot, hampir seluruh momentum raket dipindahkan ke

bola (nah bisa ngebayangin kan sekarang, betapa dahsyatnya kecepatan bolanya

Venus ini). Eh masih ada lagi lho keuntungan serve ini. Disini bola mengenai

titik yang paling jauh atau paling tinggi dari raket, sehingga peluang masuknya

(melewati net) lebih besar.

Eh tahu nggak serve yang dahsyat dapat membuat orang jadi juara

Wimbledon lho. Bob Falkenbur, pernah jadi juara Wimbledon hanya dengan

modal serve dan volley yang dahsyat saja. Nggak pakai teknik-teknik lain. Pemain

lain yang serve-nya ditakuti orang adalah Arthur Ashe, John Doeg dan tentu saja

Pete Sampras si pemain yang dijuluki mempunyai serve yang terbaik dan

konsisten.

Topspin

Bola yang ber-spin (berputar terhadap sumbunya) seringkali membuat

lawan kalang kabut. Spin bisa merubah arah bola ketika sedang bergerak di udara

atau merubah pantulan bola ketika dipantulkan tanah (ground). Dalam tenis

dikenal 3 jenis spin dasar: topspin, backspin(underspin) dan sidespin.

Pada topspin bola berotasi searah dengan arah gerak majunya (Gambar 4),

sedangkan backspin berlawanan dengan arah gerak majunya, dan sidespin tegak

lurus arah gerak majunya (gambar 4).

Topspin memberikan banyak keuntungan bagi sipemain. Bola dengan

topspin akan melengkung lebih tajam, mengurangi kemungkinan out dan

membuat bola memantul lebih tinggi. Menurut perhitungan Howard Brody

(fisikawan yang juga pemain tenis), bola yang dipukul dengan topspin 32 putaran

per detik akan memantul 24 % lebih tinggi dibandingkan dengan bola yang

dipukul dengan backspin.

Pada gambar 5, ketika bola bergerak dengan topspin, udara dibagian

bawah bola (A) akan bergerak lebih cepat dibandingkan dengan udara di bagian

atas bola (B). Menurut fisika, udara yang bergerak lebih cepat akan berkurang

tekanannya. Perbedaan tekanan antara daerah A dan B ini menyebabkan bola

terdorong ke bawah (dari B ke A). Dorongan ke bawah inilah yang membuat bola

melengkung tajam kebawah.

Pada bola dengan backspin, bola akan bergerak lebih melebar sehingga

kemungkinan bola keluar lapangannya (out) lebih besar. Menurut perhitunga

topspin backspin sidespin

Brody, bola lob dengan kecepatan 125 km/jam (dengan backspin) akan jatuh

diluar lapangan, bandingkan dengan bola topspin yang walaupun dipukul dengan

kecepatan 160 km/jam tetap masih jatuh di lapangan. Nah perhitungan inilah yang

menyebabkan si pemukul keras Pete Sampras dan Andre Agassi bola lob-nya

berputar dengan topspin.

Struktur Tanah

Wimbledon dikenal sebagai lapangan cepat (lapangan rumput) sedangkan

lapangan tanah liat di Perancis Terbuka merupakan lapangan lambat. Lapangan di

Amerika Serikat dan Australia Terbuka merupakan komposit sehingga

karakteristiknya berada di antara lapangan cepat dan lapangan lambat. Serena

Williams, Steffi Graf, Martina Navratilova dan petenis dunia lain yang sudah

berhasil mendapatkan Grand Slam berhasil menaklukkan semua lapangan yang

berbeda-beda ini. Mau tahu trik bermain di lapangan-lapangan yang berbeda ini,

ikuti terus yuk tulisan ini…

Pada lapangan rumput gesekan dengan bola sangat kecil sehingga energi

bola yang hilang akibat gesekan sangat kecil. Akibatnya bola tetap memiliki

kecepatan yang tinggi setelah memantul dari permukaan rumput. Nah itulah

sebabnya lapangan rumput Wimbledon ini sering disebut lapangan cepat. Dalam

lapangan cepat ini trik yang harus digunakan adalah melakukan serve yang cepat

dan dahsyat. Serve cepat ini akan sulit dijangkau lawan sehingga cepat

mendapatkan angka. Penonton banyak yang mengeluh karena dengan semakin

canggihnya raket yang digunakan dan semakin pintarnya pemain (mungkin karena

sudah belajar fisika!) permainan tenis di Wimbledon menjadi terlalu cepat dan

membosankan. Satu cara mengatasinya adalah memperbesar diameter bola agar

bola bergerak lebih lambat.

Dilapangan tanah liat triknya berbeda lagi. Disini gesekan lebih besar

sehingga bola pantul akan bergerak lebih lambat (kecepatannya bisa berkurang

lebih dari 40%). Disamping itu menempelnya butiran-butiran tanah liat pada bola

akan membuat bola lebih berat dan bergerak lebih lambat lagi. Karena lambatnya

bola bergerak, lapangan di Perancis terbuka ini sering disebut lapangan lambat.

Disini serve yang terlalu kuat menjadi tidak efektif. Pemain harus banyak

memanfaatkan spin. Gesekan yang besar dapat membuat bola topspin

dipantulkan dengan sudut pantul lebih besar dari perkiraan dan bola bergerak

lebih cepat. Sedangkan bola backspin akan dipantulkan dengan sudut yang lebih

kecil dari perkiraan dan bergerak lebih lambat.

Bagaimana, asyik nggak ceritanya? Sebenarnya masih banyak sekali cerita

fisika dalam main tenis misalnya pukulan forehandnya Sampras, backhandnya

Navratilova, volleynya Agassi lalu hebatnya gabungan topspin dan sidespin yang

dikenal dengan American twist serve yang sangat sulit dilakukan itu, belum lagi

berbagai rahasia bola tenis dan masih banyak lagi. Yang pasti fisika tenis itu

memang asyik… (Yohanes Surya).

Januari 28, 2011 Posted by | Aplikasi Fisika | | Tinggalkan komentar

Sepakbola pakai fisika, seru juga…


Goooo ….llll Suara teriakan histeris terdengar ketika Rosicky dari Republik Ceko di

menit ke-36 menjebloskan bola ke gawang Keller dari Amerika Serikat melalui

tendangan spektakular pada jarak 25 meter. Saat Rosicky menciptakan gol ini, mungkin

ia tidak berpikir tentang fisika. Namun apa yang dilakukan oleh Rosicky itu ternyata erat

hubungannya dengan fisika. Sebut saja ketika Rosicky menendang bola ke gawang, ia

harus mengatur kecepatan dan besar sudut elevasi bola secara baik. Terlalu besar sudut

elevasi dan kecepatan bola, bola akan melewati mistar. Sebaliknya jika sudut elevasi dan

kecepatan terlalu kecil, bola akan jatuh di depan gawang. Seorang pemain sepakbola

profesional adalah seperti seorang ahli fisika, ia harus mampu mengukur dengan tepat

berapa besar gaya yang harus diberikan dan kemana arah bola harus ditendang agar bola

dapat masuk gawang dengan cukup keras dan akurat.

Sepakbola adalah permainan fisika. Dengan mengerti fisika kita bisa lebih menikmati

permainan sepakbola, kita dapat mengerti mengapa lintasan bola berbentuk parabola,

bagaimana terjadinya tendangan pisang, mengapa penjaga gawang sulit menahan

tendangan pinalti, bagaimana orang menyundul bola dengan lebih efektif dan masih

banyak lagi. Seorang pemain profesional yang diperlengkapi dengan ilmu fisika akan

dapat memperbaiki skill dan kemampuannya.

Gerakan Parabola

Ketika di SMP/SMA, kita belajar bahwa bola yang ditendang dengan sudut elevasi

tertentu akan membentuk lintasan parabola (Gb. 1b). Bentuk lintasan ini sangat

dipengaruhi oleh gravitasi bumi, kecepatan dan sudut elevasi bola. Tanpa gravitasi bola

akan bergerak lurus ke atas (Gb. 1a). Gravitasilah yang menarik bola turun. Semakin

besar gravitasi semakin cepat bola jatuh ke tanah (lintasan bola semakin pendek). Di

bulan yang gravitasinya lebih kecil, lintasan bola yang ditendang astronot akan jauh lebih

panjang dibandingkan dengan lintasan bola di Bumi. Menurut perhitungan fisika, untuk

menendang bola sejauh mungkin, pemain sepakbola harus menendang bola sekeras

mungkin dan dengan sudut elevasi 450.

Tendangan Pisang

Tahun 70-an Pele terkenal dengan tendangan pisangnya. Tahun 1998 gantian Roberto

Carlos dipuja-puja karena tendangan pisangnya. Tahun 2006 ini para penonton sedang

menunggu-nunggu bagaimana David Beckham mengecoh para penjaga gawang dengan

tendangan pisangnya yang sangat terkenal itu.

Kita tentu masih ingat gol-gol manis David Beckham melalui tendangan bebasnya. yang

dilakukan sekitar 30 meter didepan gawang. Beckham menendang bola dengan

kecepatan sekitar 120 km/jam, bola melambung sekitar 1 meter melewati kepala para

pagar betis itu dan secara tiba-tiba bola membelok serta masuk ke gawang lawan (Gb.2).

Tepukan menggemuruh menyambut gol yang sangat spektakular ini.

Bagaimana David Beckham melakukan ini?

Seorang pengamat sepakbola Keith Hanna mengatakan bahwa Beckham melakukan ini

karena otaknya yang jenius dapat memproses perhitungan fisika yang kompleks secara

cepat sekali. Peneliti lain dari Universitas Sheffield, Inggris mengatakan hal yang sama:

… Beckham was applying some very sophisticated physics,”

Lintasan bola yang menyerupai bentuk pisang ini sudah lama menjadi perhatian para

peneliti. Gustav Magnus tahun 1852 pernah meneliti kasus sebuah bola yang bergerak

sambil berotasi (Gb. 3). Gerakan bola ini menimbulkan aliran udara. Akibat rotasi bola,

aliran udara yang searah dengan arah rotasi bola (A) bergerak relatif lebih cepat

dibandingkan aliran udara pada sisi bola yang lain (B). Menurut Bernoulli semakin cepat

udara mengalir, semakin kecil tekanannya. Akibatnya tekanan di B lebih besar

dibandingkan tekanan di A. Perbedaan tekanan ini menimbulkan gaya yang membelokan

bola ke arah A. Membeloknya bola akibat perbedaan tekanan udara ini sering disebut

efek magnus untuk menghormati Gustav Magnus.

Pada tendangan bebas, bola yang bergerak dengan kecepatan 110 km/jam dan berotasi

dengan 10 putaran tiap detiknya, dapat menyimpang/membelok lebih dari 4 meter, cukup

membuat penjaga gawang kebingungan.

Yang juga membuat tendangan Beckham lebih spektakular adalah efek lengkungan tajam

di dekat akhir lintasan bola. Lengkungan tajam yang tiba-tiba inilah yang membuat kiperkiper

terperangah karena bola berbelok begitu cepat dengan tiba-tiba. Apa yang

menyebabkan ini?

Peneliti Inggris, Peter Bearman mengatakan bahwa efek magnus akan mengecil jika

kecepatan gerak bola terlalu besar atau rotasinya lebih lambat. Jadi untuk mendapat efek

magnus yang besar, seorang harus membuat bola berputar sangat cepat tetapi

kecepatannya tidak boleh terlalu cepat. Ketika Beckham menendang bola secara keras

dengan sisi sepatunya sehingga bola dapat berotasi cepat sekali, bola melambung dan

mulai membelok akibat adanya efek magnus. Gesekan bola dengan udara akan

memperlambat gerakan bola (kecepatan bola berkurang). Jika rotasi bola tidak banyak

berubah, maka pengurangan kecepatan dapat menyebabkan efek magnus bertambah

besar, akibatnya bola melengkung lebih tajam, masuk gawang, membuat penonton

terpesona dan berdecak kagum.

Menyundul

Menyundul merupakan bagian penting dalam sepakbola. Banyak gol tercipta melalui

sundulan kepala. Menyundul bola membutuhkan koordinasi yang baik dari kepala,

badan, serta pengetahuan tentang kecepatan bola dan arah sundulan.

Ada 2 posisi menyundul bola: 1) ditempat dengan melompat vertikal 2) berlari sambil

melompat menyambut bola. Pada posisi 2, bola akan bergerak lebih cepat karena

mendapat tambahan momentum dari gerakan kita. Besarnya momentum yang diterima

bola sangat tergantung pada ke elastisan bola dan kekuatan otot tulang belakang ketika

kita menyundul bola. Untuk membuat sundulan sekuat mungkin, kepala harus ditarik

kebelakang sebanyak mungkin (badan melengkung), paha ditarik kebelakang dan lutut

bengkok (Gb. 4). Pada posisi ini terjadi keseimbangan aksi-reaksi, pemain tidak

terpelanting atau terputar dan kepala siap memberikan sundulan kuat ke bola. Saat bola

menyentuh kepala, tubuh harus setegar mungkin agar lebih banyak energi dapat diberikan

ke bola (gerakan otot dan urat yang tidak perlu akan menyerap energi kita dan dapat

mengurangi energi yang diberikan pada bola).

Waktu sentuh kepala dengan bola (23 milidetik) yang relatif lebih lama dibandingkan

waktu sentuh kaki ketika ia menendang bola (8 milidetik), memungkinkan kita untuk

mengarahkan bola secara akurat ke arah yang kita inginkan.

Orang botak sering mendapat keuntungan dalam menyundul bola (rambut gondrong akan

menyerap sebagian energi bola sehingga bola yang terpantul akan berkurang

kecepatannya). Tetapi bukan berarti orang gondrong tidak bisa menyundul keras.

Tendangan pinalti

Tendangan pinalti adalah tendangan yang sangat ditakuti oleh para penjaga gawang.

Tendangan ini dilakukan pada jarak 11 meter dari gawang dan biasanya jarang gagal.

Seorang pemain sepakbola profesional dapat menendang bola dengan kecepatan sekitar

30 meter per detik (108 km/jam). Dengan kecepatan ini bola akan mencapai ujung kanan

atas gawang dalam waktu 0,45 detik dan untuk ujung kanan bawah 0,38 detik.

Menurut perhitungan Sam Williamson, fisikawan di Center for Neural Science New

York, waktu 0,38 detik tidak cukup untuk menangkap bola. Ketika bola ditendang,

penjaga gawang akan bereaksi rata-rata setelah 0,3 detik. Begitu bereaksi, otak akan

memberi perintah pada otot untuk bergerak, ini butuh waktu tambahan lebih dari 0,1

detik. Itu sebabnya sukar bagi penjaga gawang untuk menangkap bola yang bergerak

cepat itu. Untuk melatih reaksi yang cepat dan tepat dibutuhkan latihan yang panjang

dan pengalaman yang cukup. Itu sebabnya para kiper atau penjaga gawang dalam piala

dunia ini rata-rata lebih tua dibandingkan pemain lainnya.

Agar berhasil, penendang pinalti harus memperhatikan arah angin, rotasi dan kecepatan

bola. Bola yang berotasi terlalu cepat dapat menimbulkan efek magnus dan turbulens

udara yang akan menyimpangkan bola. Menurut penelitian, tendangan yang paling

efektif adalah tendangan dengan kekuatan 75 % sampai 80 % dari kekuatan maksimum

(kecepatan bola sekitar 80 km/jam). Pada kecepatan ini penjaga gawang sulit menangkap

bola dan kemungkinan terjadinya gol lebih besar dibandingkan dengan tendangan

dengan kekuatan penuh.

Bicara sepakbola dengan fisika, sangat mengasyikan dan tak ada habisnya. Gerakan

parabola, tendangan pisang, gerakan menyundul dan tendangan pinalti yang kita bahas

diatas hanya sebagian dari asyiknya fisika dalam sepakbola. Di arena piala dunia 2006 ini

kita bisa menikmati lebih banyak lagi bagaimana asyiknya fisika diterapkan dalam

sepakbola. Coba saja perhatikan bagaimana nanti kiper Jerman memanfaatkan hukum

pemantulan untuk menepis tendangan-tendangan maut dari para pemain lawan. Atau

perhatikan bagaimana Totti menggunakan konsep keseimbangan ketika menghentikan

bola dengan tubuh atau kakinya. Atau juga bagaimana Klose menggunakan konsep

momentum, tumbukan dan momentum sudut yang tepat untuk menggerakan kepalanya

dan menyundul bola ke gawang musuh. Atau bagaimana Nistelrooy dengan

menggunakan keseimbangan yang sempurna melakukan tendangan voli yang indah dan

memasukkan bola ke gawang lawan. Itu baru sebagian. Kita masih akan disuguhkan

dengan banyak atraksi-atraksi lainnya yang membuat kita terkagum-kagum. Kita akan

melihat bagaimana Owen, Ronaldo dan Trezeguet menggunakan perhitungan fisika

(besar kecepatan, besar gaya dan arah ) untuk memasukkan bola ke gawang lawannya.

Kita juga akan menyaksikan Crespo dan para eksekutor lain mengkombinasikan fisika

dengan kecerdikan untuk menaklukan kiper-kiper terbaik dunia. Dan tentu saja kita akan

saksikan bagaimana Beckham atau Roberto Carlos memanfaatkan efek magnus dalam

melakukan tendangan pisangnya. Akhirnya selamat menikmati piala dunia dan selamat

menikmati fisika dalam sepakbola.

(Yohanes Surya).

Januari 28, 2011 Posted by | Aplikasi Fisika | | Tinggalkan komentar

Rahasia dibalik keajaiban karate…


Karateka pemegang sabuk hitam sering mendemonstrasikan kekuatan dan keahlian mereka dengan cara membelah dua tumpukan batu bata keras tanpa terluka sedikit pun. Seorang ahli karate dari Jepang bahkan pernah mengalahkan seekor banteng dewasa tanpa menggunakan senjata. Para karateka terlatih tampil bagaikan manusia-manusia super dengan kekuatan ajaib! Apakah mereka melibatkan daya magis? Ataukah atraksi mereka hanya tipuan belaka?

Seni bela diri yang dikenal dengan nama Karate-Do ini berasal dari pulau Okinawa, Jepang. Seni ini dikembangkan oleh Funakoshi Yoshitaka. Menurut Michael Feld, seorang karateka sabuk coklat yang juga memiliki gelar Ph.D di bidang fisika MIT (Massachusetts Institute of Technology), demonstrasi karate tersebut sama sekali tidak menggunakan tipuan semacam tipuan kamera dan komputer yang biasa dilakukan dalam pembuatan film. Seluruh gerakan karate yang tampak ajaib sesungguhnya hanya merupakan aplikasi prinsip-prinsip fisika. Gerakan karateka merupakan paduan gerakan yang paling efisien sehingga hampir tidak dapat dimaksimalkan lebih jauh lagi. Nama Karate-Do berasal dari bahasa Jepang Kara, yang berarti kosong, Te (tangan), dan Do (metode/cara). Pengertian Karate-Do adalah metode bela diri menggunakan tangan kosong dengan menggunakan tubuh dan alam sekitar sebagai senjata.

Rahasia utama dalam gerakan bela diri ini adalah kecepatan gerakan serta ketepatan fokus serangan (sasaran). Semua teknik dalam Karate ditujukan untuk menghasilkan kecepatan dan kekuatan secara efisien. Sebelum memulai gerakan, karateka terbiasa untuk mengambil napas yang dalam, yang kemudian dikeluarkan lagi sambil berteriak keras “HAI-YAAA” saat melepaskan serangan. Secara fisika, teriakan itu sebenarnya merupakan cara untuk melepaskan gaya yang sangat besar yang dihasilkan oleh otot-otot diafragma (otot yang mengatur gerakan paru-paru) yang berkontraksi sangat cepat. Dengan berteriak, gerakan yang dilakukan menjadi lebih efisien, terutama dalam melakukan pukulan.

Pukulan-pukulan yang dihasilkan oleh seorang pemula mencapai kecepatan 6 meter per detik, sedangkan seorang karateka sabuk hitam dapat mengeluarkan pukulan dengan kecepatan 14 meter per detik (lebih cepat dari kecepatan pelari tercepat). Kecepatan gerakan dan pukulan sangat penting dalam Karate.

Dalam karate, Joe Louis yang dikenal sebagai “Greatest Karate Fighter of All Time”, tahu bahwa besaran fisika yang sangat berperan adalah momentum. Momentum suatu benda yang sedang bergerak sama dengan massa benda itu dikalikan dengan kecepatannya. Benda yang bermassa lebih besar mempunyai momentum yang lebih besar dibandingkan dengan benda yang bermassa lebih kecil. Sebuah truk yang bergerak dengan kecepatan 70 kilometer per jam mempunyai momentum lebih besar dari sebuah mobil taxi yang bergerak dengan kecepatan yang sama. Juga benda yang bergerak dengan kecepatan lebih tinggi mempunyai momentum lebih besar, misalnya truk yang bergerak dengan kecepatan 70 km/jam akan mempunyai momentum lebih besar dari truk yang sama yang bergerak dengan kecepatan 35 km/jam.

Pada gambar 1 seorang karateka sedang memukul sasaran yang terbuat dari kayu. Ketika tangannya menghantam kayu sasaran, ada momentum yang ditransfer dari tangan kepada sasaran. Besarnya gaya yang dialami oleh kayu akibat pukulan ini sangat tergantung pada berapa besar momentum yang ditransfer dan berapa lama waktu transfernya itu. Semakin besar momentum yang ditransfer semakin besar gaya yang dialami kayu. Dan semakin cepat waktu transfernya semakin besar pula gaya itu. Karateka pada gambar 1 mula-mula berdiri dengan kepalan tangan menghadap ke atas.

Kemudian ia memberi momentum pada tangan dengan menggerakkannya ke depan. Agar momentum tangannya lebih besar, badan karateka ikut mendorong (dorongan badan akan lebih efektif jika selama proses ini kepalan tangan berputar seratus delapan puluh derajat, sehingga sekarang kepalan tangan menghadap ke bawah). Selanjutnya momentum yang besar ini ditransfer dalam waktu sekecil mungkin. Agar waktu transfernya sekecil mungkin, setelah mengenai sasaran, sang karateka segera menarik kembali tangannya dengan cepat.

Untuk memperoleh efek hantaman yang lebih besar lagi, tekanan yang diberikan oleh tangan sang karateka harus lebih besar. Ini diperoleh dengan membuat permukaan sentuh antara tangan dan sasaran sekecil mungkin. Dalam hal ini bagian yang cocok untuk menghantam adalah tulang-tulang metakarpal (tulang antara jari dan pergelangan tangan, gambar 2). Seorang karateka mampu menghantam sasaran dengan energi sekitar 150 joule. Jika karateka ini memukul dengan telapak tangannya (luasnya sekitar 150 cm kuadrat), maka energi yang dirasakan oleh titik sasaran hanya sebesar 1 joule per sentimeter kuadrat (yaitu 150 joule/150 cm2). Tetapi jika karateka itu menggunakan bagian sisi tangannya yang luasnya lebih kecil (misalnya dengan luas 15 cm kuadrat) maka energi yang dirasakan oleh titik sasaran bisa mencapai 10 joule per sentimeter kuadrat, tentu saja ini akan memberikan efek yang jauh lebih besar. Itulah sebabnya ketepatan sasaran (pukulan yang terkonsentrasi pada luas permukaan sekecil mungkin) sangat penting dalam Karate.  Gambar 3 menunjukkan bagian-bagian tangan dan kaki yang sering dipakai untuk menyerang sasaran karena dapat secara efektif mentransfer momentum pada sasaran dan mempunyai permukaan sekecil mungkin.

Untuk memecah balok kayu, beton, batu bata ataupun balok es, pukulan seorang karateka harus mampu memberikan tekanan yang lebih besar dari batas elastis (kelenturan) yang dapat ditoleransi oleh benda-benda tersebut. Batas elastis tiap benda berbeda-beda. Beton mempunyai batas elastis (maximum crushing) 400 kg per sentimeter kuadrat. Artinya jika beton itu dihantam dengan gaya setara dengan berat 400 kg, pada daerah seluas 1 sentimeter kuadrat maka beton itu akan pecah. Batas elastis tulang manusia mencapai 40 kali batas elastis batang beton sehingga lebih susah untuk dipatahkan (saat terjadi tumbukan yang patah adalah batang beton dan bukan tulang kaki atau tangan manusia yang memukulnya). Selain itu, tangan dan kaki manusia dilengkapi pula dengan berbagai ligamen, tendon, otot, dan kulit yang dapat membantu mendispersikan gaya yang diterima ke seluruh tubuh (gaya menjadi tidak lagi terkonsentrasi) sehingga pada akhirnya dapat menyerap gaya sebesar 2000 kali gaya maksimum yang dapat diterima beton. Tangan dan kaki karateka semakin kuat seiring dengan bertambahnya frekuensi latihan karena terjadi adaptasi dengan terbentuknya jaringan kalus (callus) yang dapat menyerap dan mendifusikan gaya yang diterima saat terjadi tumbukan (tangan dan kaki tidak terasa sakit sama sekali walaupun bertumbukan dengan balok padat yang keras). Tangan dan kaki yang tidak terlatih sangat mudah terluka karena permukaan kulit masih terlalu halus. Dengan latihan yang serius Mikael Bigersson (Swedia) masuk Guinnes Book dengan memecahkan 21 balok beton berukuran 60 cm x 20 cm x 7 cm dengan menggunakan tangannya dalam waktu 1 menit pada tahun 2001 yang lalu (ck..ck… hebat amat….).

Jadi, semua keajaiban Karate ternyata dapat dipelajari menggunakan prinsipprinsip fisika. Gerakan-gerakannya pun dapat ditingkatkan variasinya menggunakan berbagai strategi yang meminjam konsep dan hukum fisika. Tidak ada tipuan maupun sihir yang terlibat. Rahasianya hanya terletak pada perpaduan konsentrasi dan kesiapan mental dan fisik serta pengetahuan fisika yang baik (Yohanes Surya).

Januari 20, 2011 Posted by | Aplikasi Fisika | | 1 Komentar

Main balet pakai fisika yuuk…


Pada bulan April 1999 yang lalu diadakan suatu pertemuan fisika terbesar abad 20 di World Conggress Building Atlanta Amerika Serikat. Dalam pertemuan yang dihadiri lebih dari 10.000 fisikawan ini (+ 40 pemenang nobel fisika) digelar ratusan topik-topik seminar dari mekanika klasik, laser, fisika nuklir hingga fisika abad 21. Di antara lautan topik ini, Physics of Dance merupakan topik yang menjadi perhatian banyak pengunjung.

Dalam seminar Physics of Dance Kenneth Laws dari Dickinson College dibantu oleh seorang penari balet Amy Kohler secara menarik memperagakan hubungan Fisika dengan Balet. Menurut Keneth Laws balet bukan hanya sekedar seni. Gerakan balet yang dinamis merupakan gabungan logika dengan intuisi, persepsi analitik dengan persepsi perasaan serta gabungan pengertian holistik dengan pemikiran langkah demi langkah. Disini peran hukum Fisika sangat penting. Penerapan hukum Fisika pada gerakan balet dapat menghasilkan sesuatu yang berguna, mengejutkan, dan mendorong orang lebih menghargai balet.

Diam seimbang

Pada tarian balet terkenal “The Nutcracker” seorang balerina (penari balet) memulai tariannya dengan berjinjit seimbang pada satu kaki dan tangan terangkat ke atas. Kaki yang lain terangkat ke belakang. Pada keseimbangan yang dikenal dengan nama arabesque on pointe ini, penari bertumpu pada daerah yang sangat kecil.

Menurut hukum keseimbangan, posisi berdiri diatas daerah kecil (on pointe) bisa tercapai jika pusat berat balerina berada tepat diatas titik tumpunya (Gb. 2a). Pada posisi yang dipopulerkan oleh Marie Taglioni di pertengahan abad ke-19 ini, gaya berat berada satu garis dengan titik tumpunya. Itu sebabnya gaya berat si balerina tidak mampu memberikan momen gaya untuk memutar tubuhnya. Tetapi ketika posisi pusat berat (tanda silang) balerina menyimpang dari posisi seimbang (Gb. 2b), gaya berat akan membuat balerina terpelanting dalam waktu yang relatif sangat singkat. Jika mula-mula pusat berat balerina menyimpang 1o, dalam waktu 1 detik, pusat beratnya ini akan menyimpang 8o. Tetapi jika posisi awalnya menyimpang 5o, dalam 1 detik pusat berat balerina menyimpang 37o. Sangat berbahaya bagi si balerina.

Selanjutnya keseimbangan lain yang lebih rumit adalah keseimbangan ketika penari berpasangan (Gb. 3). Pada keseimbangan ini memang pusat berat masing-masing penari tidak berada di atas titik tumpunya, namun pusat berat gabungannya masih berada diatas titik tumpunya. Titik tumpu pada keseimbangan ini harus dibuat cukup luas agar pusat berat dapat diatur untuk tetap berada diatas titik tumpu ini. Itu sebabnya penari pria harus memijakkan kakinya (tidak berjinjit) dan membuka kedua kakinya agar lebar.

Bergerak

Bagaimana penari bergerak? Apa yang menggerakannya?

Ketika seseorang hendak bergerak maju yang ia lakukan adalah menekan lantai dengan kakinya ke arah belakang. Ketika mendapat tekanan, lantai bereaksi dan mendorong kaki orang itu dengan gaya yang sama besar ke depan sehingga orang bergerak maju. Semakin keras kaki kita menekan lantai, semakin cepat kita bergerak maju. Konsep yang sederhana ini merupakan konsep penting yang digunakan para

penari balet untuk bergerak. Pada Gb. 4a seorang penari pria berdiri seimbang. Berat badannya terdistribusi merata pada kedua kakinya. Penari kemudian mengangkat kaki kirinya sedikit sehingga ia bertumpu pada kaki kanannya. Pusat berat penari sekarang tidak berada di atas titik tumpunya lagi, akibatnya penari mulai jatuh ke depan dan kaki kanannya menekan lantai ke belakang. Lantai bereaksi dan mendorong kaki penari ke depan sehingga penari bergerak maju (Gb. 4b).

Ketika penari sedang bergerak ke depan, bisakah ia membelok atau bergerak melingkar (manẻge)? Menurut Newton, benda yang bergerak lurus akan membelok jika ada gaya ke samping. Darimana kita peroleh gaya ke samping itu? Penari balet tahu cara memperoleh gaya ke samping ini. Ketika penari hendak membelok ke kanan, kakinya akan menekan lantai ke kiri. Lantai akan memberikan reaksi dengan menekan kaki penari ke kanan sehingga lintasannya berbelok ke kanan. Semakin keras penari menekan lantai, semakin tajam belokannya. Jika tekanan pada lantai ini berlangsung terus menerus, lintasan si penari akan berbentuk lingkaran. Disini gaya dari lantai bertindak sebagai gaya sentripetal.

Ketika bergerak melingkar penari akan merasakan gaya sentrifugal yang arahnya menjauhi pusat lingkaran. Untuk mengatasi gaya ini penari harus sedikit memiringkan tubuh bagian atasnya (Gb. 5). Jika penari bergerak dengan kecepatan 4 m/s dalam suatu lingkaran berdiameter 10 meter maka ia harus memiringkan tubuhnya sekitar 18o dari garis vertikal.

Melompat

Penari balet tahu cara melompat! Yang ia lakukan adalah menekan kakinya pada lantai secara vertikal. Dengan memberi tekanan pada lantai, lantai memberikan reaksi mendorong kaki sang penari ke atas. Penari juga tahu bahwa lompatan akan lebih tinggi jika saat melompat lutut ditekuk. Disini tekukan lutut bertindak seperti pegas yang tertekan, siap untuk melontarkan benda yang diletakkan di atasnya. Semakin besar tekukan lutut, semakin tinggi tubuh terlontar. Namun perlu diingat bahwa lutut yang terlalu bengkok akan mengurangi gaya tekan kaki pada lantai. Penari biasanya tahu berapa besar ia harus menekuk lututnya untuk mencapai ketinggian optimal.

Untuk melompat setinggi 30 cm, penari biasanya menekuk lututnya sejauh 30 cm disertai gaya tekan pada lantai sebesar hampir satu kali berat badannya. Pada gerakan kombinasi (grand jetẻ) penari melakukan gerak vertikal dan gerak mendatar secara serempak. Ketika tubuh lepas kontak dari lantai, lintasan pusat berat berbentuk suatu parabola (Gb. 6). Untuk menambah tinggi lompatan penari harus memberikan tambahan energi dengan berlari lebih cepat. Hal yang sama dilakukan oleh para pelompat tinggi. Untuk melompat setinggi mungkin, si pelompat harus berlari secepat mungkin. Gerakan kombinasi ini sulit dilakukan tanpa latihan yang serius. Penari harus benar-benar tahu kapan waktu melompat dan berapa kecepatan yang harus ia berikan agar gerakannya ini sesuai dengan irama musik yang dimainkan.

Pada Gb. 6 seorang penari melakukan grand jetẻ. Gerakan ini banyak membuat penonton terpukau. Penonton melihat si penari seolah-olah terbang mendatar pada ketinggian tertentu. Ilusi terbang disebabkan karena hampir separuh dari waktu terbang penari berada pada ketinggian di atas ¼ posisi puncak. Jika grand jetẻ berlangsung selama 0,8 detik dan tinggi maksimum 40 cm, maka selama 0,4 detik penari akan berada pada ketinggian antara 30 cm sampai 40 cm. Karena berada cukup lama di udara (disekitar puncak) maka penari akan tampak seperti terbang. Penari akan memperkuat ilusi terbang ini dengan mengangkat dan merentangkan kedua kakinya selebar mungkin serta menggerakan beberapa anggota tubuhnya agak ke atas.

Selesai melakukan grand jetẻ penari mendarat pada lantai lentur dengan lutut ditekuk. Tanpa lantai lentur dan tekukan lutut yang cukup besar, penari akan cedera. Penari akan merasakan gaya sebesar 200 kali berat badannya jika ia mendarat dengan lutut tertekuk 2,5 cm pada lantai beton dari ketinggian 50 cm. Gaya sebesar ini sangat besar, bisa membuat penari cedera (kaki patah atau urat-urat putus).

Berputar

Tarian balet sangat dikenal dengan putaran diatas satu kakinya (pirouette). Ada dua jenis pirouette: en dedans berputar kearah kaki yang menopang (berputar ke kanan dengan kaki kanan pada lantai) dan en dehors (berputar ke kiri dengan kaki kanan pada lantai). En dedans dan en dehors dapat divariasi dengan menempatkan kaki yang berputar pada berbagai posisi. Pada normal pirouette sepatu kaki yang berputar menempel pada lutut kaki yang menopang sedangkan pada grande pirouette kaki yang berputar berada pada posisi mendatar. Gerakan pirouette yang terkenal adalah fouettẻ yaitu pirouette en dehors yang dilakukan berulang-ulang.

Bagaimana penari berputar?

Penari berputar dengan menggerakan ujung sepatu depan dan belakang ke samping berlawanan (Gb. 8a) . Lantai akan memberikan reaksi dengan memberikan gaya yang berlawanan pada kedua ujung sepatu itu. Kedua gaya yang disebut kopel ini akan memutar penari.

Cara lain untuk berputar adalah dengan menggerakan kedua kaki dalam arah berlawanan. Kopel gaya dari lantai akan memutar penari (Gb. 8b). Ketika penari mulai berputar, ia dapat menaikkan kaki yang satunya pada posisi normal ataupun arabesque.

Ketika penari sudah berputar, penari dapat mengatur kecepatan putarnya dengan mengatur besar momen kelembamannya. Disini momen kelembaman merupakan kecenderungan benda untuk mempertahankan posisinya untuk tidak ikut berputar. Benda yang momen kelembamannya besar, sangat sukar berputar. Sebaliknya yang momen kelembamannya kecil lebih mudah berputar. Benda akan berputar lebih cepat jika momen kelembamannya diperkecil sebaliknya benda akan berputar lebih lambat jika momen kelembamannya diperbesar. Penari dengan tangan terentang dan salah satu kaki pada posisi mendatar (arabesque) mempunyai momen kelembaman hampir 4 kali lipat lebih besar dibandingkan momen kelembaman ketika penari dalam posisi normal (tangan ke bawah dan sepatu kaki yang satu menyentuh lutut kaki yang lain). Jika balerina berubah dari posisi arabesque ke posisi normal kecepatan sudutnya menjadi 4 kali lebih cepat. Untuk bergerak lebih lambat penari tinggal merentangkan tangan atau kakinya.

Mengasyikan sekali bukan? Ternyata balet yang kata orang lebih banyak menggunakan perasaan dapat dianalisa secara asyik dengan fisika.

Sejak kapan sebenarnya orang menganalisa gerakan suatu tarian? Ribuan tahun lalu Aristoteles seorang filsuf terkenal berusaha menganalisa tarian dengan menggunakan prinsip geometri. Kemudian pada tahun 1500-an, Barelli murid Galileo menganalisa gerakan tarian dengan fisika. Untuk usaha kerasnya menganalisa berbagai jenis gerak termasuk beberapa tarian, Barelli dijuluki sebagai bapak Biomekanika. Tarian balet yang merupakan salah satu tarian yang muncul agak belakangan dianalisa secara detil oleh Kenneth Laws pada awal tahun 1980-an. Kenneth Laws adalah seorang fisikawan yang sangat mencintai balet. Karena kecintaannya pada balet Kenneth Laws mengabdikan dirinya untuk meneliti gerakan-gerakan balet secara teliti dan mencoba menjelaskan setiap gerakan balet secara detil dengan menggunakan fisika. Menurut dia, usahanya menganalisa gerakan balet tidak sia-sia. Kini ia mampu membuat orang termasuk dirinya semakin menghargai, menikmati dan makin jatuh cinta pada tarian balet.

Alangkah indahnya jika di Indonesia ada fisikawan-fisikawan yang begitu cintanya pada tarian jaipongan, tarian bali ataupun tarian daerah lain dapat mengabdikan dirinya untuk meneliti tarian-tarian itu. Siapa tahu hasil penelitian ini dapat membuat masyarakat lokal dan internasional lebih menghargai dan lebih menikmati musik serta tarian-tarian yang merupakan bagian dari budaya kita. Lebih dari itu siapa tahu hasil penelitian dapat menciptakan gerakan-gerakan baru nan kompleks dan indah. Dampak yang lebih jauh lagi adalah cepat atau lambat pasti akan terbentuk suatu masyarakat ilmiah dimana fisika akan bertambah populer serta menjadi sahabat bagi banyak siswa, tidak lagi menjadi momok yang menakutkan (Yohanes Surya).

Januari 19, 2011 Posted by | Aplikasi Fisika | | 1 Komentar

Tanaman Obat Indonesia


A
Adas
Adem Ati
Ajeran
Akar Manis
Akar Wangi
Alang Alang
Alpokat
Andong
Angsana
Anting-anting
Anyang Anyang
Apel
Aren
Asam Jawa
Awar AwarB
Bandotan
Bangle
Baru Cina
Bawang Merah
Bawang Putih
Bayam
Bayam Duri
Belimbing Asam
Belimbing Manis
Belimbing wuluh
Beluntas
Benalu
Beringin
Bidara Laut
Bidara Upas
Biduri
Bligu
Blustru
Boroco
Brojo Lintang
Brokoli
Brotowali
Buah Makasar
Buah Nona
Buncis
Bunga Kenop
Bunga Matahari
Bunga Pagoda
Bunga Pukul Delapan
Bunga Tasbih
Bungli
Bungur
Bungur Kecil
Buni 

C
Cabai Merah
Cabai Rawit
Cabe Jawa
Cakar Ayam
Calingcing
Ceguk
Cempaka Kuning
Cempaka Putih
Cendana
Cengkeh
Ceremai
Cincau
Ciplukan

D
Dadap Ayam
Dadap Serep
Dandang Gendis
Daruju
Daun Dewa

Daun duduk
Daun Encok
Daun Jintan
Daun Kentut
Daun Madu
Daun Sendok
Daun Senna
Daun Ungu
DelimaE
Ekor Kucing
Enau 

G
Gadung
Gambir
Gandarusa
Gendola
Genje
Ginjean
Greges Otot
Gude

H
Halia

I
Iler
Inggu

J
Jagung
Jahe
Jamblang
Jambu Biji
Jambu Monyet
Jamur Kayu
Jarak
Jarak Bali
Jarak Ulung
Jarong
Jati Belanda
Jayanti
Jengger Ayam
Jeruk Nipis
Jeruk Purut
Jintan Putih
Jintan/Ajeran
Johar
Jombang
Jung Rabab

K
Kacapiring
Kaki Kuda
Kaktus Pakis Giwang
Kamboja
Kapas
Kapasan
Kapulaga
Kastuba
Katu
Kayu Manis (padang)
Kayu Putih
Kecubung
Kecubung Gunung
Kedelai
Keji Beling
Kelapa
Kelingkit Taiwan
Kelor
Kembang Bokor
Kembang Bugang
Kembang Coklat

Kembang Kertas
Kembang Pukul Empat
Kembang Sepatu Sungsang
Kembang Sore
Kembang Sungsang
Kemuning
Kenanga
Kencur
Ketepeng Cina
Ketepeng Kecil
Ketimun
Ki Tolod
Klabet
Kol Banda
Kompri
Kubis
Kubis Bunga
Kucing Kucingan
Kumis Kucing
Kunci Pepet
Kunyit
KwalotL
Lada
Landep
Landik
Legundi
Lempuyang Gajah
Lempuyang Wangi
Lengkuas
Lenglengan
Lidah Buaya
Lidah Ular
Lobak 

M
Mahkota Dewa
Mahoni
Mamang Besar
Manggis
Mangkokan
Melati
Mengkudu
Meniran
Mimba
Mindi Kecil
Mondokaki
Murbei

N
Nampu
Nanas
Nanas Kerang
Ngokilo
Nona Makan Sirih

P
Pacar Air
Pacar Cina
Padi
Pala
Pandan Wangi
Pare
Patah Tulang
Patikan Cina
Patikan Kerbau
Pecut Kuda
Pecut Kuda
Pegagan
Pepaya
Permot
Petai Cina
Pinang
Pisang

Pohon Merah
Portulaka
Poslen
Prasman
Pulai
Pule Pandak
Pulutan
Putri MaluR
Rambutan
Rincik Bumi
Rumput Mutiara 

S
Saga
Salam
Salvia
Sambang Darah
Sambang Getih
Sambiloto
Sambung Nyawa
Sangitan
Sangketan
Sawi Langit
Sawi Tanah
Secang
Seledri
Semanggi Gunung
Semangka
Sembung
Senggani
Sengugu
Sereh
Sesuru
Siantan
Sidaguri
Sirih
Sirsak
Sisik Naga
Som Jawa
Sosor Bebek
Srigading
Srikaya

T
Tahi Kotok
Tanduk Rusa
Tapak Dara
Tapak Kuda
Tapak Liman
Tasbeh
Tebu
Teh
Tembelekan
Tempuyung
Temu Hitam
Temu Kunci
Temu Putih
Temu Putri
Temulawak
Teratai
Teratai Kerdil
Tomat
Tunjung
Turi

U
Ubi Kayu
Urang-Aring

W
Waru
Wijaya kusuma
Wortel

 

A

Daun encok

Kembang pukul empat

Poslen

Adas

Daun jintan

Kembang sepatu sungsang

Prasman

Adem ati

Daun kentut

Kembang sore

Pulai

Ajeran

Daun madu

Kembang sungsang

Pule pundak

Akar manis

Daun sendok

Kemuning

Pulutan

Akar wangi

Daun senna

Kenanga

Putri malu

Alang alang

Daun ungu

Kencur

Alpukat

Delima

Ketpeng cina

R

Andong

Ketepeng kecil

Rambutan

Angsana

E

Ketimun

Rincik bumi

Anting anting

Ekor kucing

Ki tolod

Rumput mutiara

Anyang anyang

Enau

Klabet

Apel

Kol banda

S

Aren

G

Kompri

Saga

Asam jawa

Gadung

Kubis

Salam

Awar-awar

Gambir

Kubis bunga

Salvia

Gadarusa

Kucing-kucingan

Smbang darah

B

Gendola

Kumis kucing

Sambang getih

Bandotan

Genje

Kunci pepet

Sambiloto

Bangle

Ginjean

Kunyit

Sambung nyawa

Baru cina

Greges otot

Kwalot

Sangitan

Bawang merah

Gude

Sangketan

Bawang putih

L

Sawi langit

Bayam

H

Lada

Sawi tanah

Bayam duri

Halia

Landep

Secang

Belimbing asam

Landik

Seledri

Belimbing manis

I

Legundi

Semanggi gunung

Belimbing wuluh

Iler

Lempuyang gajah

Semangka

Beluntas

Inggu

Lempuyang wangi

Sembung

Benalu

Lengkuas

Senggani

Beringin

J

Lenglengan

Sengugu

Bida laut

Jagung

Lidah buaya

Sereh

Bidara upas

Jahe

Lidah ular

Sesuru

Biduri

Jamblang

Lobak

Siantan

Bligu

Jambu biji

Sidaguri

Blustru

Jambu monyet

M

Sirih

Bronco

Jamur kayu

Mahkota dewa

Sirsak

Brojo lintang

Jarak

Mahoni

Sisik naga

Brokoli

Jarak bali

Mamang besar

Som jawa

Brotowali

Jarak ulung

Manggis

Sosor bebek

Buah makasar

Jarong

Mangkokan

Srigading

Buah nona

Jati belanda

Melati

Srikaya

Buncis

Jayanti

Mengkudu

Bunga knop

Jengger ayam

Meniran

T

Bunga matahari

Jeruk nipis

Mimba

Tahi kotok

Bunga pagoda

Jeruk purut

Mindikecil

Tanduk rusa

Bunga pukul delapan

Jintan putih

Mondokaki

Tapak dara

Bunga tasbih

Jintan/ajeran

Murbei

Tapak kuda

Bungli

Johar

Tapak liman

Bungur

Jombang

N

Tasbeh

Bungur kecil

Jung rabab

Nampu

Tebu

Buni

Nanas

Teh

K

Nanas kerang

Tembelekan

C

Kaca piring

Ngokilo

Tempuyung

Cabe merah

Kaki kuda

Nona makan sirih

Temu hitam

Cabe rawit

Kaktus kaki giwang

Temu kunci

Cabe jawa

Kamboja

P

Temu putih

Cakar ayam

Kapas

Pacar air

Temu putri

Calingcing

Kapasan

Pacar cina

Temu lawak

Ceguk

Kapulaga

Padi

Taratai

Cempaka kuning

Kastuba

Pala

Teratai kerdil

Cempaka putih

Katu

Pandan wangi

Tomat

Cendana

Kayu manis(padang)

Pare

Tunjung

Cengkeh

Kay putih

Patah tulang

Turi

Ceremai

Kecubung

Patikan cina

Cincau

Kecubung gunung

Patikan kerbau

U

Ciplukan

Kedelai

Pecut kuda

Ubi kayu

Keji beling

Pegagan

Urang aring

D

Kelapa

Pepaya

Dadap ayam

Kelingkit taiwan

Permot

W

Dadap serep

Kelor

Petai cina

Waru

Dandang gendis

Kembang bogor

Pinang

Wijaya kusuma

Daruju

Kembang bugang

Pisang

Wortel

Daun dewa

Kembang coklat

Pohon merah

Daun duduk

Kembang kertas

Portulaka

Januari 14, 2011 Posted by | Tanaman Obat | | Tinggalkan komentar

ETIKA PROFESIONAL DALAM PENDIDIKAN


1. Pendahuluan

Menurut UUD 1945 pasal 1 berbunyi “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran”. Berdasarkan pasal ini jelas bahwa semua warga negara tanpa terkecuali berhak mendapatkan pendidikan. Tujuan utamanya agar generasi muda penerus bangsa dapat memajukan negara Indonesia ini.

Berkaitan dengan itu, visi Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo memandang bahwa pendidikan pendidikan sebagai proses pembentukan manusia seutuhnya. Untuk mewujudkan visi ini dibutuhkan dana memadai(aspek kuantitatif) dan tenaga pendidik yang profesional (aspek kualitatif).

Ditinjau dari aspek kuantitatif, Mendiknas lebih lanjut mewacanakan guru akan makin dimanusiawikan dengan menaikkan gaji untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional. Dengan kesejahteraan yang terjamin, para guru akan bangga dengan profesinya, mampu membeli buku, dan mempunyai waktu luang untuk belajar. Pada prinsipnya, menaikkan anggaran pendidikan selalu disebut sebagai conditio sine qua non (syarat mutlak).

Namun, pembangunan dalam pendidikan seharusnya tidak dipahami dari aspek kuantitatif saja, akan tetapi aspek kualitatif juga perlu diperhatikan. Dalam konteks ini guru adalah jantungnya. Tanpa guru yang profesional meskipun kebijakan pembaharuan secanggih apapun akan berakhir sia-sia.

Berdasarkan uraian di atas, makalah ini akan membahas bagaimana etika guru profesional dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan sesuai denga visi yang telah ditetapkan. Uraian dalam makalah ini di mulai bagaimana etika guru profesional terhadap peraturan perundang-undangan, etika guru profesional terhadap peserta didik, etika guru profesional terhadap pekerjaan, dan diakhiri dengan menguraikan etika guru profesional terhadap tempat kerjanya.

2. Pembahasan
2.1 Pengertian Etika dan Profesional
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu kata “ethos” yang berarti suatu kehendak atau kebiasaan baik yang tetap. Yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah seorang filosof Yunani yang bernama Aris Toteles ( 384 – 322 SM ).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Etika / moral adalah ajaran tentang baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya.
Menurut K. Bertenes, Etika adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang dalam mengatur tingkah lakunya.
Dari pengertian di atas, disimpulkan bahwa Etika merupakan ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan tingkah laku ( akhlak ). Jadi, Etika membicarakan tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sadar di pandang dari sudut baik dan buruk sebagai suatu hasil penilaian.
Adapun yang dibicarakan dalam makalah ini, yaitu etika profesi, yang menyangkut hubungan manusia dengan sesamanya dalam satu lingkup profesi serta bagaimana mereka harus menjalankannya profesinya secara profesional agar diterima oleh masyarakat yang menggunakan jasa profesi tersebut. Dengan etika profesi diharapkan kaum profesional dapat bekerja sebaik mungkin, serta dapat mempertanggung jawabkan tugas yang dilakukannya dari segi tuntutan pekerjaannya.
Profesional adalah merupakan yang ahli dibidangnya, yang telah memperoleh pendidikan atau pelatihan khusus untuk pekerjaannya tersebut.
Profesional merupakan suatu profesi yang mengandalkan keterampilan atau keahlian khusus yang menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuai dengan perkembangan teknologi.
Untuk menjadi seseorang yang profesional, seseorang yang melakukan pekerjaan dituntut untuk memiliki beberapa sikap sebagai berikut :
1. Komitmen Tinggi
Seorang profesional harus mempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang sedang dilakukannya.
2. Tanggung Jawab
Seorang profesional harus bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang dilakukannya sendiri.
3. Berpikir Sistematis
Seorang yang profesional harus mampu berpikir sitematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya.
4. Penguasaan Materi
Seorang profesional harus menguasai secara mendalam bahan / materi pekerjaan yang sedang dilakukannya.
5. Menjadi bagian masyarakat profesional
Seyogyanya seorang profesional harus menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan profesinya.
2.2 Kode Etik Guru Profesional
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional.
Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Dalam proses pendidikan, banyak unsur-unsur yang terlibat agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik. Salah satunya adalah guru sebagai tenaga pendidik. Guru sebagai suatu profesi kependidikan mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan. Dalam hal itu, guru sebagai jantung pendidikan dituntut semakin profesional seiring perkembangan ilmu dan teknologi. Etika profesional guru dituntut dalam hal ini. Etika yang harus dimiliki oleh seorang pendidik sesuai kode etik profesi keguruan. Berikut adalah kode etik profesi keguruan (dikutip Soetjipto dan kosasi, 1994:34-35).
Kode Etik Guru Indonesia
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap tuhan yang maha esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia kepada Undang-Undang dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sbagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5. Guru memelihara hubungan dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesinya, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Dari sembilan kode etik tersebut diatas, makalah ini hanya membahas lima kode etik saja. Berikut secara rinci akan diuraikan satu-persatu.
2.2.1 Etika Guru Profesional Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir kesembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa “Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Dengan jelas bahwa dalam kode etik tersebut diatur bahwa guru di Indonesia harus taat akan peraturan perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasonal.
Guru merupakan aparatur negara dan abdi negara dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, guru mutlak harus mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan dan melaksanakannya sebagaimana aturan yang berlaku. Sebagai contoh pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu mengubah kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi dan kemudian diubah lagi menjadi KTSP dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam kurikulum tersebut, secara eksplisit bahwa hendaknya guru menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajarannya. Seorang guru yang profesional taat akan peraturan yang berlaku dengan cara menerapkan kebijakan pendidikan yang baru tersebut dan akan menerima tantangan baru tersebut, yang nantinya diharapkan akan dapat memacu produktivitas guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional.
2.2.2 Etika Guru Profesional Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Dalam membimbing anak didiknya Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga kalimat padat yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Dari ketiga kalimat tersebut, etika guru terhadap peserta didik tercermin. Kalimat-kalimat tersebut mempunyai makna yang sesuai dalam konteks ini.
Pertama, guru hendaknya memberi contoh yang baik bagi anak didiknya. Ada pepatah Sunda yang akrab ditelinga kita yaitu “Guru digugu dan Ditiru” (diikuti dan diteladani). Pepatah ini harus diperhatikan oleh guru sebagai tenaga pendidik. Guru adalah contoh nyata bagi anak didiknya. Semua tingkah laku guru hendaknya jadi teladan. Menurut Nurzaman (2005:3), keteladanan seorang guru merupakan perwujudan realisasi kegiatan belajr mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru berpenampilan baik dan sopan akan sangat mempengaruhi sikap siswa. Sebaliknya, seorang guru yang bersikap premanisme akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan moral siswa. Disamping itu, dalam memberikan contoh kepada peserta didik guru harus dapat mencontohkan bagaimana bersifat objektif, terbuka akan kritikan, dan menghargai pendapat orang lain.
Kedua, guru harus dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak didiknya. Dalam hal ini, prilaku dan pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh untuk mengubah prilaku peserta didik. Sekarang, guru bukanlah sebagai orang yang harus ditakuti, tetapi hendaknya menjadi ‘teman’ bagi peserta didik tanpa menghilangkan kewibawaan sebagai seorang guru. Dengan hal itu guru dapat mempengaruhi dan mampu mengendalikan peserta didik.
Ketiga, hendaknya guru menghargai potensi yang ada dalam keberagaman siswa. Bagi seorang guru, keberagaman siswa yang dihadapinya adalah sebuah wahana layanan profesional yang diembannya. Layanan profesional guru akan tampil dalam kemahiran memahami keberagaman potensi dan perkembangan peserta didik, kemahiran mengintervensi perkembangan peserta didik dan kemahiran mengakses perkembangan peserta didik (Kartadinata, 2004:4).
Semua kemahiran tersebut perlu dipelajari dengan sungguh-sungguh dan sistematis, secara akademik, tidak bisa secara alamiah, dan semua harus terinternalisasi dan teraktualisasi dalam perilaku mendidik.
Sementara itu, prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani. Peserta didik tidak hanya dituntut berlimu pengetahuan tinggi, tetapi harus bermoral tinggi juga. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan di masa depan. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh pada kehendak dan kemauan guru.
2.2.3 Etika Guru Profesional terhadap pekerjaan
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang mulia. Sebagai seorang yang profesional , guru harus melayani masyarakat dalam bidang pendidikan dengan profesional juga. Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh sebab itu, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu ini merupakan butir keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi “Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”.
Secara profesional, guru tidak boleh dilanda wabah completism, merasa diri sudah sempurna dengan ilmu yang dimilikinya, melainkan harus belajar terus menerus (Kartadinata, 2004:1). Bagi seorang guru, belajar terus menerus adalah hal yang mutlak. Hal ini karena yang dihadapi adalah peserta didik yang sedang berkembang dengan segala dinamikanya yang memerlukan pemahaman dan kearifan dalam bertindak dan menanganinya.
Untuk meningkatkan mutu profesinya, menurut Soejipto dan kosasi ada ua cara yaitu cara formal dan cara informal. Secara formal artinya guru mengikuti pendidikan lanjutan dan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya. Secara informal dapat dilakukan melalui televisi, radio, koran, dan sebagainya.
2.2.4 Etika Guru Profesional Terhadap Tempat kerja
Sudah diketahui bersama bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Ketidakoptimalan kinerja guru antara lain disebabkan oleh lingkungan kerja yang tidak menjamin pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara optimal.
Dalam UU No. 20/2003 pasal 1 bahwa pemerintah berkewajiban menyiapkan lingkungan dan fasilitas sekolah yang memadai secara merata dan bermutu diseluruh jenjang pendidikan. Jika ini terpenuhi, guru yang profesional harus mampu memanfaatkan fasilitas yang ada dalam rangka terwujudnya manusia seutuhnya sesuai dengan Visi Pendidikan Nasional.
Disisi lain, jika kita dihadapkan dengan tempat kerja yang tidak mempunyai fasilitas yang memadai bahkan buku pelajaran saja sangat minim. Bagaimana sikap kita sebagai seorang guru? Ternyata, keprofesionalan guru sangat diuji disini. Tanpa fasilitas yang memadai guru dituntut untuk tetap profesional dalam membimbing anak didik. Kreatifitas guru harus dikembangkan dalam situasi seperti ini.
Berkaitan dengan ini, pendekatan pembelajaran kontekstual dapat menjadi pemikiran para guru untuk lebih kreatif. Dalam pendekatan ini, diartikan strategi belajar yang membantu guru mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya drngan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, sikap profesional guru terhadap tempat kerja juga dengan cara menciptakan hubungan harmonis di lingkungan tempat kerja, baik di lingkungan sekolah, masyarakat maupun dengan orang tua peserta didik.
3. Penutup
Etika profesional seorang guru sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional. Seorang guru baru dapat disebut profesional jika telah menaati Kode Etik Keguruan yang telah ditetapkan.

Januari 13, 2011 Posted by | etika profesi | | Tinggalkan komentar

TINDAK KEKERASAN GURU TERHADAP SISWA PADA SAAT PEMBELAJARAN


PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan dan pengajaran memang tidak identik dengan kekerasan, baik di masa yang lalu apalagi sekarang ini. Tapi kekerasan sering kali dihubung-hubungkan dengan kedisiplinan dan penerapannya dalam dunia pendidikan. Istilah “tegas” dalam membina sikap disiplin pada anak didik, sudah lazim digantikan dengan kata “keras”. Hal ini kemudian ditunjang dengan penggunaan kekerasan dalam membina sikap disiplin di dunia militer, khususnya pendidikan kemiliteran. Ketika kemudian cara-cara pendidikan kemiliteran itu diadopsi oleh dunia pendidikan sipil, maka cara “keras” ini istilah sekarang adalah kekerasan juga ikut diambil alih di lingkungan sekolah.

Kekerasan dapat terjadi dimana saja, termasuk di sekolah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh UNICEF (2006) di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 80% kekerasan yang terjadi pada siswa dilakukan oleh guru. Belakangan ini masyarakat dikejutkan dengan berita mengenai seorang guru yang menganiaya salah satu siswanya akibatnya siswa tersebut harus dirawat di rumah sakit. Kita tahu bahwa sekolah merupakan tempat siswa menimba ilmu pengetahuan dan seharusnya menjadi tempat yang aman bagi siswa. Namun ternyata di beberapa sekolah terjadi kasus kekerasan pada siswa oleh guru. Kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada siswa seperti dilempar penghapus dan penggaris, dijemur di lapangan, dan dipukul. Di samping itu siswa juga mengalami kekerasan psikis dalam bentuk bentakan dan kata makian, seperti bodoh, goblok, kurus, ceking dan sebagainya.

Kuriake mengatakan bahwa di Indonesia cukup banyak guru yang menilai cara kekerasan masih efektif untuk mengendalikan siswa (Phillip, 2007). Padahal cara ini bisa menyebabkan trauma psikologis, atau siswa akan menyimpan dendam, makin kebal terhadap hukuman, dan cenderung melampiaskan kemarahan dan agresi terhadap siswa lain yang dianggap lemah. Lingkaran negatif ini jika terus berputar bisa melanggengkan budaya kekerasan di masyarakat.

Untuk itu, pada kesempatan ini, kita akan membahas mengenai kekerasan pada siswa dan apa yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak yang terkait.

Kita sering mendengar kasus kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada murid di tv dan koran, diantaranya adalah:

Pamekasan – Seorang guru agama Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Pamekasan, Madura, menggampar seorang siswa kelas 2. Akibatnya, telinga kiri siswa tersebut terus berdengung dan nyaris tidak bisa mendengar.
Siswa tersebut tidak mengetahui penyebab hingga dirinya menjadi sasaran pemukulan guru wanita itu. Aksi pemukulan itu sendiri terjadi Selasa (15/12/2009) siang di ruang kelas. Siswa yang saat itu sedang di ruang kelas tiba-tiba dihampiri sang guru. Setelah mendekat, tiba-tiba tangan kanan guru meninju wajah siswa.

Selain itu tindak kekerasan guru terhadap siswanya adalah:

Surabaya – Kepala Sekolah SMAN 16, membantah melakukan pemukulan terhadap siswa kelas XII IPS 1. Menurutnya, dirinya tidak mempunyai niatan memukul siswanya. Dia mengatakan siswa tersebut dikenal sebagai anak yang nakal dan sering berbuat onar. Ia juga dikenal sebagai ketua kelompok siswa-siswa yang nakal. Pihak sekolah juga sudah mencatat kenakalannya sebanyak 3 kali melakukan pelanggaran di sekolah. Diantaranya, sering mengolok-ngolok gurunya, sering memalak siswa lainnya. Bahkan, saat senam pagi, ia dan kawan-kawannya bercanda dan tidak mau berolah raga. Sumber Berita : http://surabaya.detik.com/read/2009/10/17/183214/1223371/466/kepsek-sman-16-bantah-pukul-muridnya. Dan masih banyak lagi kasus yang mengkaji tentang pemukulan guru kepada siswa.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapaun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1.      Mengapa kekerasan sering terjadi dalam dunia pendidikan?

2.      Bagaimana dampak kekerasan pada siswa?

3.      Bagaimana cara mengatasi kekerasan dalam dunia pendidikan?

C.     TUJUAN

Adapun tujuan pada makalah berikut adalah sebagai berikut:

1.      Mengidentifikasi penyebab terjadinya kekerasan pada siswa oleh guru

2.      Menguraikan dampak kekerasan guru terhadap siswa

3.      Menetapkan solusi yang yang tepat untuk mengatasi kekerasan pada siswa.


ISI

A. TINJAUAN KEKERASAN  DARI BERBAGAI LANDASAN

Kekerasan adalah tindakan yang tidak terpuji dan tentunya sangat bertentangan dengan berbagai landasan dalam pendidikan. Berikut paparan mengenai kekerasan bila ditinjau dari berbagai landasan pendidikan di Indonesia:

Ø  Tinjauan dari Landasan Hukum Pendidikan

Kekerasan dalam pendidikan sangat bertentangan dengan:

1.      pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, “fungsi pendidikan nasional untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

2.       pasal 4 ayat 1 yang menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demikratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi  hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukkan bangsa (UU Sisdiknas)

3.      Tentang kekerasan fisik, pada pasal 80 UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dinyatakan sebagai berikut:

(1)   Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

(2)   Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(3)   Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(4)   Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.

Kemudian yang berkaitan dengan kekerasan seksual;

Pasal 81

(1)     Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(2)     Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 82

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”

(UU Perlindungan Anak)

Selanjutnya secara khusus, undang-undang ini bahkan mengamanatkan bahwa anak-anak wajib dilindungi dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh siapapun, termasuk guru di sekolah.

Pasal 54

“Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.”

(UU Perlindungan Anak)

Jika melihat undang-undang tersebut, sesungguhnya sudah sangat nyata bahwa tindakan kekerasan terhadap anak merupakan tindakan kriminal yang pelakunya akan diproses secara hukum. Tindakan kekerasan dengan bungkus pendidikan juga dapat mengakibatkan pelaku dikenai tindak pidana, sebagaimana disebutkan dalam pasal 80 UU. No. 23 tahun 2002.

Ø  Tinjauan dari Landasan Psikologi Pendidikan

Tindakan kekerasan atau bullying dapat dibedakan menjadi kekerasan fisik dan psikis. Kekerasan fisik dapat diidentifikasi berupa tindakan pemukulan (menggunakan tangan atau alat), penamparan, dan tendangan. Dampaknya, tindakan tersebut dapat menimbulkan bekas luka atau memar pada tubuh, bahkan dalam kasus tertentu dapat mengakibatkan kecacatan permanen yang harus ditanggung seumur hidup oleh si korban.

Adapun kekerasan psikis antara lain berupa tindakan mengejek atau menghina, mengintimidasi, menunjukkan sikap atau ekspresi tidak senang, dan tindakan atau ucapan yang melukai perasaan orang lain.

Dampak kekerasan secara psikis dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman, takut, tegang, bahkan dapat menimbulkan efek traumatis yang cukup lama. Selain itu, karena tidak tampak secara fisik, penanggulangannya menjadi cukup sulit karena biasanya si korban enggan mengungkapkan atau menceritakannya.

Dampak lain yang timbul dari efek bullying ini adalah menjadi pendiam atau penyendiri, minder dan canggung dalam bergaul, tidak mau sekolah, stres atau tegang, sehingga tidak konsentrasi dalam belajar, dan dalam beberapa kasus yang lebih parah dapat mengakibatkan bunuh diri.

Ditinjau dari psikologi perkembangan, Havingrust dalam Pidarta (2007:199) menyatakan bahwa perkembangan psikologi pada masa anak-anak adalah membentuk sikap diri sendiri, bergaul secara rukun, membuat kebebasan diri, membentuk kata hati, moral dan nilai, dan mengembangkan sikap terhadap kelompok serta lembaga-lembaga sosial. Tentu saja perkembangan ini akan terhambat dengan adanya kekerasan dalam pendidikan.

Kekerasan yang dilakukan oleh guru sangat bertentangan dengan pendapat Freedman (Pidarta, 2007:220) yang menyatakan bahwa guru harus mampu membangkitkan kesan pertama yang positif dan tetap positif untuk hari-hari berikutnya. Sikap dan perilaku guru sangat penting artinya bagi kemauan dan semangat belajar anak-anak. Jadi, hukuman yang dilakukan oleh guru akan menjadi kesan negatif yang berdampak negatif pula dalam proses belajar anak.

Sekecil apapun dampak yang timbul terhadap praktek kekerasan dalam pendidikan, tetap saja hal ini adalah suatu kesalahan. Sekolah sepatutnya tempat bagi siswa untuk berkembang. Namun, di saat kekerasan terjadi di sekolah, sekolah justru mematikan perkembangan psikologi siswa.

Ø  Tinjauan dari Landasan Filsafat Pendidikan

Menurut Sekjen KPA, Arist Merdeka Sirait, pada tahun 2009 telah terjadi aksi bullying atau kekerasan di sekolah sebanyak 472 kasus. Angka ini meningkat dari tahun 2008,  yang  jumlahnya sebanyak 362 kasus (http://www.lautanindonesia.com/forum/berita-(news)/kekerasan-smun-jakarta-970-82-34-dll)/).

Begitu banyak kekerasan yang terjadi di sekolah merupakan hal yang menyedihkan bagi dunia pendidikan. Kekerasan seharusnya tidak terjadi di negara kita yang berfalsafah Pancasila, apalagi ini terjadi dalam dunia pendidikan. Bangsa kita adalah bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang sesuai dengan sila kedua Pancasila. Segala bentuk kekerasan tentunya melanggar nilai-nilai kemanusiaan khususnya hak asasi manusia. Dan pelanggaran hakasasi manusia akan mendapatkan konsekuensi hukum sesuai dengan perundang-undangan yang belaku di negara kita.

Ø  Tinjauan dari Landasan Sosial Budaya

Pada landasan sosial budaya, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan hubungan antarindividu, individu dan kelompok dan antarkelompok serta mengembangkan nilai-nilai budaya Indonesia. Namun, hal tersebut hanya menjadi wacana saat kekerasan terjadi dalam pendidikan. Siswa tidak dapat mengembangkan hubungan yang baik antarindividu, individu dan kelompok dan antarkelompok ketika “budaya senioritas” masih melekat di sekolah. Di sisi lain, terkikisnya budaya bangsa yang dikenal dunia dengan sopan santunnya akibat maraknya tindak kekerasan khususnya dalam dunia pendidikan.

B. DEFINISI KEKERASAN PADA SISWA

Secara umum, kekerasan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak menyenangkan atau merugikan orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Kekerasan tidak hanya berbentuk eksploitasi fisik semata, tetapi justru kekerasan psikislah yang perlu diwaspadai karena akan menimbulkan efek traumatis yang cukup lama bagi si korban. Dewasa ini, tindakan kekerasan dalam pendidikan sering dikenal dengan istilah bullying. Pada kenyataannya, praktik bullying ini dapat dilakukan oleh siapa saja, baik oleh teman sekelas, kakak kelas ke adik kelas, maupun bahkan seorang guru terhadap muridnya. Terlepas dari alasan apa yang melatarbelakangi tindakan tersebut dilakukan, tetap saja praktik bullying tidak bisa dibenarkan, terlebih lagi apabila terjadi di lingkungan sekolah.

Menurut Blask (1951) kekerasan, violence, adalah pemakaian kekuatan, force, yang tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau kemarahan yang tak terkendali, tiba-tiba, bertenaga, kasar, dan menghina. Kekuatan itu, biasanya kekuatan fisik, disalahgunakan terhadap hak-hak umum, terhadap aturan hukum dan kebebasan umum, sehingga bertentangan dengan hukum. Menurut Webster, kekerasan adalah  rough or injurious physical force, action, or treatment, or an unjust or unwarranted exertion of force or power, as against rights, laws, etc. (Webster). Menurut UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Nomor 23 tahun 2004, pasal 1 ayat (1), kekerasan adalah perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkungan rumah tangga. Menurut KUHP, pasal 89,  melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil atau sekuat mungkin, secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya, sehingga orang yang terkena tindakan itu merasa sakit yang sangat.

Maraknya tayangan-tayangan kekerasan dalam dunia pendidikan, khususnya yang dilakukan oleh guru terhadap siswanya ataupun oleh siswa terhadap temannya, seharusnya mampu membuka atau menggugah hati kita sebagai seorang pendidik, bahwa tidak tertutup kemungkinan praktik bullying tersebut terjadi pula di lingkungan sekolah kita masing-masing.

Pelecehan sekecil apapun atau hukuman yang berlebihan turut andil menabur benih kekerasan dalam diri generasi muda. Karena itu, tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan harus sesegera mungkin di tiadakan, agar lingkaran setan yang menjadi bencana dunia pendidikan dapat segera terputus.

C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEKERASAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Penyebab kekerasan terhadap peserta didik bisa terjadi karena guru tidak paham akan makna kekerasan dan akibat negatifnya. Guru mengira bahwa peserta didik akan jera karena hukuman fisik. Sebaliknya, mereka membenci dan tidak respek lagi padanya. Kekerasan dalam pendidikan terjadi karena kurangnya kasih sayang guru. Seharusnya guru memperlakukan murid sebagai subyek, yang memiliki individual differences (Eko Indarwanto,2004). Juga, karena kurang kompetensi kepala sekolah membimbing dan mengevaluasi pendidik di sekolahnya. Orangtua mesti ikut mengurangi mengatasi kekerasan di sekolah dalam bentuk hukuman fisik, karena sekolah bukan gedung pengadilan. Komite Sekolah mesti mengatasi dan meniadakan praktik kererasan, yang bertentangan dengan tujuan pendidikan di sekolah, agar tidak muncul kelak guru yang kasar, tidak menghormati orang lain, pemarah, pembenci dan sebagainya. Kekerasan bisa terjadi karena pendidik sudah tidak atau sangat kurang memiliki  rasa kasih sayang terhadap murid, atau dahulu ia sendiri diperlakukan dengan keras.

Selain itu kekerasan oleh guru pada siswa disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

a.       Kurangnya pengetahuan guru bahwa kekerasan itu tidak efektif untuk memotivasi siswa atau merubah perilaku,

b.      Persepsi guru yang parsial dalam menilai siswa. Misalnya, ketika siswa melanggar, bukan sebatas menangani, tapi mencari tahu apa yang melandasi tindakan itu,

c.       Adanya hambatan psikologis, sehingga dalam mengelola masalah guru lebih sensitive dan reaktif,

d.      Adanya tekanan kerja guru: target yang harus dipenuhi oleh guru, seperti kurukulum, materi, prestasi yang harus dicapai siswa, sementara kendala yang dihadapi cukup besar,

e.       Pola yang dianut guru adalah mengedepankan factor kepatuhan dan ketaatan pada siswa, mengajar satu arah (dari guru ke murid),

f.       Muatan kurikulum yang menekankan pada kemampuan kognitif dan cenderung mengabaikan kemampuan efektif, sehingga guru dalam mengajar suasananya kering, stressful, tidak menarik, padahal mereka dituntut mencetak siswa-siswa berprestasi,

g.      Tekanan ekonomi, pada gilirannya bisa menjelma menjadi bentuk kepribadian yang tidak stabil,seperti berpikir pendek, emosional, mudah goyah, ketika merealisasikan rencana-rencana yang sulit diwujudkan.

D. DAMPAK KEKERASAN PADA SISWA.

Dampak yang akan muncul dari kekerasan akan melahirkan pesimisme dan apatisme dalam sebuah generasi. Selain itu terjadi proses ketakutan dalam diri anak untuk menciptakan ide-ide yang inovatif dan inventif. Kepincangan psikologis ini dapat dilihat pada anak-anak sekolah saat ini yang cenderung pasif dan takut berbicara dimuka kelas, bolos ketika guru galak mengajar. Sedangkan dalam keluarga, anak yang sering diberi hukuman fisik akan mengalami gangguan psikologis dan akan berperilaku lebih banyak diam dan selalu menyendiri selain itu terkadang melakukan kekerasan yang sama terhadap teman main, kekerasan terhadap adik kelas, terjadi senioritas dan kekerasan lain dalam dunia pendidikan.

Apa saja dampak kekerasan pada siswa? Kekerasan yang terjadi pada siswa di sekolah dapat mengakibatkan berbagai dampak fisik dan psikis, yaitu:

  • kekerasan secara fisik mengakibatkan organ-organ tubuh siswa mengalami kerusakan seperti memar, luka-luka, dll.
  • trauma psikologis, rasa takut, rasa tidak aman, dendam, menurunnya semangat belajar, daya konsentrasi, kreativitas, hilangnya inisiatif, serta daya tahan (mental) siswa, menurunnya rasa percaya diri, inferior, stress, depresi dsb. Dalam jangka panjang, dampak ini bisa terlihat dari penurunan prestasi, perubahan perilaku yang menetap,
  • siswa yang mengalami tindakan kekerasan tanpa ada penanggulangan, bisa saja menarik diri dari lingkungan pergaulan, karena takut, merasa terancam dan merasa tidak bahagia berada diantara teman-temannya. Mereka juga jadi pendiam, sulit berkomunikasi baik dengan guru maupun dengan sesama teman. Bisa jadi mereka jadi sulit mempercayai orang lain, dan semakin menutup diri dari pergaulan.
  • Hukuman fisik biasanya dijalankan oleh guru di bawah kondisi tekanan emosional yang dipicu oleh perilaku murid. Akibat langsung pada pendidik sesudah melaksanakan hukuman fisik yaitu naiknya tekanan darah, disusul dengan turunnya ketegangan emosi. Ini sebenarnya timbul dari kehendaknya sendiri, self reinforced. Si guru akan berkata “Sekarang aku sudah merasa baik lagi”. Situasi ini menuntut kendali-diri pendidik demi kepentingan jangka panjang peserta didik.
  • Murid yang mengalami hukuman fisik akan memakai kekerasan di keluarganya nanti, sehingga siklus kekerasan makin kuat. Gershoff, yang meneliti kasus ini selama 60 tahun sejak 1938, menemukan sejumlah perilaku negatif akibat dari kekerasan, seperti perilaku bermasalah dalam agresi, anti-sosial, dan gangguan kesehatan mental. Kekerasan tidak mengajar murid untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dan tidak menghentikan perilaku keliru jika mereka ada di luar pantauan orangtua dan guru (Ad hoc Corporal Punishment Committee (2003)
  • Murid itu, sebagai korban, kehilangan haknya atas pendidikan, dan haknya untuk bebas dari segala bentuk kekerasan fiisik dan mental yang tidak manusiawi. Martabat mereka direndahkan. Pertumbuhan dan perkembangan diri mereka dihambat.

 

E. SOLUSI MASALAH

Karena sekolah dan guru yang kurang tegas maka murid jadi bebas sehingga tidak mengindahkan norma-norma dan peraturan yang ada. Misalnya murid akan berpenampilan seenaknya sendiri seperti preman atau spg, bebas bolos sekolah tanpa hukuman yang berat, bebas melakukan kenakalan di luar batas kewajaran, meremehkan guru, dan lain sebagainya.

Oleh karena itulah maka diperlukan peran pemerintah untuk membuat delapan standar pendidikan yang baik yang dapat membuat murid takut dalam artian yang baik. Guru seharusnya boleh menghukum siswa yang nakal dan tidak disiplin dengan sedikit kekerasan dan hukuman fisik agar para siswa-siswi takut dan terpacu untuk belajar, patuh, taat, hormat, disiplin, bertanggung jawab, tahu aturan, dan lain sebagainya.

Beberapa solusi yang diberikan untuk mengatasi kekerasan pada siswa di sekolah diantaranyan adalah sebagai berikut:

a.       Menerapkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah

b.      Mendorong/mengembangkan humaniasi pendidikan;
– Menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran,
– Membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus,
– Suasana belajar yang meriah,gembira dengan memadukan potensi fisik, psikis, menjadi suatu kekuatan yang integral.

c.       Hukuman yang di berikan berkolerasi dengan tindakan anak,

d.      Terus menerus membekali guru untuk menambah wawasan pengetahuan, kesempatan, pengalaman baru untuk mengembangkan kreativitas mereka.

e.       Konseling.Bukan siswa saja membutuhkan konseling, tapi juga guru. Sebab guru juga mengalami masa sulit yang membutuhkan dukungan, penguatan, atau bimbingan untuk menemukan jalan keluar yang terbaik.

f.       Segera memberikan pertolongan bagi siapa pun juga yang mengalami tindakan kekerasan di sekolah,dan menindak lanjuti serta mencari solusi alternatif yang terbaik.

Secara yuridis, tindakan kekerasan diselesaikan secara hukum, litigasi atau non-litigasi. Menurut pasal 1365 KUHPdt, “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Pasal 1366 menetapkan bahwa “Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian, atau kurang hati-hatinya.” Pasal 1367 menetapkan bahwa guru sekolah bertanggung-jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh murid selama waktu murid itu berada di bawah pengawasan mereka, kecuali, jika mereka dapat membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan yang mesti mereka seharusnya bertanggungjawab.   Dalam Hukum Pidana, perbuatan kekerasan bisa digolongkan sebagai perbuatan pidana, umpama kejahatan kesusilaan, penghinaan, penganiayaan.

Ada 7 hal yang harus dipahami dan kemudian diterapkan oleh pendidik untuk memperoleh kepercayaan anak didik agar mencapai maksud dari pendidikan itu, tanpa harus menggunakan kekerasan.

1. Tindakan alternatif

Cara pendidikan tanpa kekerasan digambarkan sebagai sebuah cara ketiga atau alternatif ketiga, setelah tindakan menyalahkan dan aksi kekerasan karena hal itu. Seorang pendidik yang melihat kesalahan seorang siswa, mempunyai tiga pilihan setelah itu, apakah dia akan menyalahkannya, menggunakan kekerasan untuk memaksa siswa memperbaiki kesalahan itu atau menggunakan cara ketiga yang tanpa kekerasan.

Menahan diri untuk tidak menyalahkan tentu bukan perkara mudah bagi orang dewasa apabila melihat sebuah kesalahan dilakukan oleh anak di depan matanya. Tapi perlu diingat bahwa sebuah tudingan bagaimanapun akan berbuah balasan dari anak, karena secara insting dia akan mempertahankan dirinya. Reaksi atas sikap anak yang membela diri inilah yang ditakutkan akan berbuah kekerasan dari pendidik terhadap anak didik.

2. Keakraban penuh keterbukaan

Keakraban maksudnya berbagi dengan orang lain dengan tidak membeda-bedakan anak-anak didik, dan terbuka adalah tidak menutup-nutupi hal apa pun atau mencoba mengambil keuntungan dari hal-hal yang tidak diketahui siswa. Sebuah keakraban yang penuh keterbukaan hanya bisa terjalin apabila adalah rasa persaudaraan kemanusiaan antara pihak pendidik dan siswa.

Di dalam keakraban ada kasih sayang, keramahan, sopan-santun, saling menghargai dan menghormati. Sedang keterbukaan mengandung unsur kejujuran, kerelaan dan menerima apa adanya.

Keakraban yang terbuka ini ibarat pintu bagi masuknya sebuah kepercayaan. Ketika anak didik sudah merasakan keakraban yang terbuka dari gurunya, maka dia dengan senang akan mendengarkan apa pun yang disampaikan oleh sang guru.

3. Komunikasi yang jujur

Penipuan adalah sesuatu yang sulit dipisahkan dari kekerasan, disebabkan kurangnya rasa hormat kepada orang lain atau takut terhadap kenyataan.  Tindakan dengan kasih sayang didasarkan pada ukurannya dalam kebenarannya setiap orang, yang tidak bisa memisahkan dirinya dari kebenaran dan kenyataan.

Jadi, untuk menjadi benar kepada diri sendiri, kita juga harus benar terhadap orang lain.  Sampaikan kepada anak didik kebenarannya; arahkan kemarahan kita terhadap kesalahannya, bukan kepada orangnya. Temukan solusi dalam konflik dan kesalahpahaman, dan itu tidak bisa dibangun apabila kita menggunakan kebohongan dan penipuan.

4. Hormati Kebebasan dan Persamaan

Di dalam pendidikan tanpa kekerasan ini, kita semuanya bebas dan setara, setiap orang mendengarkan suara nurani sendiri dan saling berbagi perhatian.  Lalu kemudian dengan bebas diputuskan, berdasarkan pada semua pertimbangan individu-individu, bagaimana keinginan bersama ingin diwujudkan.  Dengan demikian kita harus mengenali dengan jelas kebebasan memilih dan hak yang sama setiap orang untuk mengambil bagian dalam kegiatan itu.

Yang lebih penting lagi adalah kita menyadari persamaan semua manusia dan menghormati kebebasan anak didik sama seperti kita menghendaki kebebasan kita sendiri dihormati.  Tindakan tanpa kekerasan bukanlah bentuk usaha untuk mengendalikan yang lain atau penggunaan paksaan terhadap mereka.  Jika kita mencintai anak didik, kita menghormati otonomi mereka untuk membuat keputusan-keputusan mereka sendiri. Kita pasti dapat berkomunikasi dengan mereka, dan kita bahkan dapat menghadapi mereka dengan kehadiran kita untuk memaksa mereka tanpa kekerasan untuk membuat sebuah pilihan, jika kita yakin mereka telah melakukan kesalahan.  Perbedaan yang penting adalah kita tidak memaksa mereka secara fisik atau dengan kasar untuk mencapai apa yang kita inginkan.

5. Rasa kasih yang berani

Bertentangan dengan kepercayaan umum, pendidikan tanpa kekerasan bukan sebuah metoda pasif dan lemah, dan itu pasti bukan untuk para penakut. Tindakan tanpa kekerasan lebih banyak membutuhkan keberanian dibanding perkelahian dengan kekerasan seperti dalam peperangan, meski tampaknya itu semacam keberanian.  Karena jika kita melihat lebih jauh penggunaan senjata merupakan kompensasi dari rasa takut terhadap lawan. Dan tindakan kekerasan merupakan bukti adanya perasaan takut lawan lebih dulu melakukannya terhadap kita. Jadi melakukan tindakan tanpa kekerasan menunjukkan ketinggian martabat yang penuh keberanian.

Rasa kasihan adalah anugerah kepada hati kita.  Rasa kasihan bisa digambarkan sebagai kasih yang tidak hanya berempati terhadap orang lain di dalam merasakan apa yang mereka alami, tetapi juga mempunyai keberanian dan kebijaksanaan untuk melakukan sesuatu terhadap hal itu.  Di dalam rasa kasihan, kita tidak melampiaskan kemarahan dan rasa benci kepada anak didik yang melakukan kesalahan, namun dengan kemurahan hati dan kepedulian, kita memperbaikinya.  Rasa kasihan datang dari rasa kesatuan dengan orang lain, memperluas hati kita sehingga kita bisa merasakan empati atas penderitaan orang lain dan menolong mereka.

6. Saling mempercayai secara penuh

Cara dengan kasih sayang didasarkan pada keyakinan bahwa jika kita bertindak dengan cara yang baik tidak akan pernah merugikan bagi siapapun, dan akan menghasilkan kebaikan juga.  Alih-alih mengendalikan anak didik dengan ancaman dan kekuasaan kita, lebih baik menggunakan kecerdasan masing-masing pihak untuk memecahkan masalah dengan komunikasi yang baik dan negosiasi.

Untuk mempercayai anak didik secara penuh kita harus melepaskan kepercayaan itu dari kendali kita sendiri, dan membiarkan situasi memprosesnya.  Tentu saja melepaskan kepercayaan tidak berarti kita mempercayai dengan membabi buta.  Kita harus tetap memonitor apa yang terjadi dan memantau hasilnya secara terus menerus.

7. Ketekunan dan kesabaran

Dalam pendidikan tanpa kekerasan, kesabaran adalah kebaikan yang bersifat revolusioner.  Kesabaran bukanlah sebuah pembiaran tanpa tindakan apa pun, tetapi peningkatan kualitas dari sebuah pertolongan yang bertahan pada tuntutannya, dan melanjutkannya dengan cara cerdas penuh ketenangan.  Ketika kita terperangkap dalam situasi konflik, emosi kita sering sangat aktif dan bergolak.  Kita harus hati-hati dengan reaksi tanpa pemikiran atas apa yang sedang kita lakukan dan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin terjadi.  Kesabaran memberikan kepada kita waktu untuk berpikir tentang tindakan-tindakan kita agar terhindar dari kekerasan dan bertindak efektif.  Lebih baik menunggu dan kehilangan sebuah peluang kecil dibandingkan terburu-buru namun menemui sesuatu yang bodoh dan tidak dipersiapkan.  Peluang baru pasti akan muncul kemudian, jika kita berusaha memecahkan persoalan, karena di lain waktu kita akan siap untuk bertindak dengan cara yang baik.

Tidak seperti cara militer yang cepat dan kasar, pendidikan tanpa kekerasan bersifat melambat dan dimulai dengan peringatan-peringatan untuk memberikan kesempatan kepada anak didik secara sadar berpikir bagaimana seharusnya.  Kita tidak menghendaki anak didik bereaksi dengan cepat secara insting.  Kita menghendaki anak didik mengetahui metoda-metoda kita sehingga mereka dapat menanggapi sama tenang dan cerdasnya.

Ketekunan juga berarti kita harus fleksibel di dalam strategi dan taktik kita.  Jika metodanya tidak berhasil, kita perlu mencoba cara lain.  Jika jalannya mendapatkan halangan, kita dapat beralih ke hal lain yang juga memerlukan perhatian.  Jika anak didik seperti kehilangan minatnya, kita dapat dengan kreatif mencoba pendekatan baru terhadap permasalahan.

Pendidikan tanpa kekerasan harus dipenuhi kesabaran dan memaafkan dan di saat yang sama gigih dalam membantu.  Ketika anak didik mengakui bahwa mereka sudah melakukan kesalahan, kita harus menunjukkan sifat pemaaf kepada mereka.  Sasaran terakhir dari pendidikan tanpa kekerasan bukanlah kemenangan atas anak-anak didik kita tetapi menemukan sebuah kehidupan yang harmonis antara pendidik sebagai orang tua, bersama-sama dengan anak didik dalam damai dan keadilan.


PENUTUP

Dari penjelasan di atas, yang terpenting untuk menanggulangi munculnya praktik bullying di sekolah adalah ketegasan sekolah dalam menerapkan peraturan dan sanksi kepada segenap warga sekolah, termasuk di dalamnya guru, karyawan, dan siswa itu sendiri.

Kekerasan dalam pendidikan sangat bertentangan dengan berbagai landasan dalam pendidikan antara lain, landasan hukum, psikologi, sosial budaya dan filsafat. Hal ini dapat dicegah apabila guru melaksanakan 7 prinsip pendidikan tanpa kekerasan.

Diharapkan, dengan penegakan displin di semua unsur, tidak terdengar lagi seorang guru menghukum siswanya dengan marah-marah atau menampar. Dan diharapkan tidak ada lagi siswa yang melakukan tindakan kekerasan terhadap temannya. Sebab, kalau terbukti melanggar, berarti siap menerima sanksi.

Kita semua berharap kisah-kisah suram kekerasan oleh pendidik dan orang tua secara umum tidak terjadi lagi. Pendidikan dengan kekerasan hanya akan melahirkan traumatis-traumatis yang berujung pada pembalasan dendam, dan kita semua pasti tidak menghendaki hal demikian terus berlanjut tanpa berkeputusan, kemudian melahirkan generasi-generasi penuh kekerasan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Anwariansyah. 2009. 7 Prinsip Pendidikan Tanpa Kekerasan. http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?ID=14997 diakses 13 November 2010

Bahtiar, M. Hariman, Fenomena Kekerasan dan Pendidikan Kita. http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=62560 diakses 13 November 2010

Gunawan, Deden. Kekerasan di Sekolah. http://www.lautanindonesia.com/forum/berita-(news)/kekerasan-smun-jakarta-970-82-34-dll)/ diakses 13 November 2010

Hardianti. 2008. Kekerasan dalam Pendidikan. http://hardianti.blogspot.com/2008/03/kekerasan-dalam-pendidikan.html diakses 13 November 2010

Muchtar, fathuddin. 2008. Kekerasan di Sekolah; Ironi Pendidikan di Indonesia. http://www.yayasan-samin.org/index.php?option=com_content&view=article&id=19%3Akekerasan-di-sekolah-ironi-pendidikan-di-indonesia&catid=13%3Aarticles&Itemid=16&lang=in diakses 13 November 2010

NN. 2007. Kekerasan di Sekolah “Puncak Gunung Es” Problem Pendidikan. http://beritasore.com/2007/04/14/kekerasan-di-sekolah-puncak-gunung-es-problem-pendidikan/ diakses 13 November 2010

NN. 2009. Menyikapi Fenomena Kekerasan dalam Pendidikan. http://www.tribunjabar.co.id/read/artikel/4781/menyikapi-fenomena-kekerasan-dalam-pendidikan diakses 3 Desember 2009 diakses 13 November 2010

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Yanuar,andy.2009. Digampar Guru, Siswa Pamekasan Ngaku Telinganya Berdengung. http://surabaya.detik.com/read/2009/12/15/141237/1260501/475/digampar-guru-siswa-pamekasan-ngaku-telinganya-berdengung. diakses 13 November 2010

Januari 13, 2011 Posted by | etika profesi | | 4 Komentar

STUDI TENTANG KECEMASAN SISWA ( MENUMBUHKAN KEBERANIAN SISWA UNTUK AKTIF DALAM PEMBELAJARAN )


PENDAHULUAN

 A. Latar Belakang

Keterampilan bertanya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam rangka meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran, yang sekaligus merupakan bagian dari keberhasilan dalam pengelolaan instruksional dan pengelolaan kelas. Melalui keterampilan bertanya guru mampu mendeteksi hambatan proses berpikir di kalangan siswa dan sekaligus dapat memperbaiki dan meningkatkan proses belajar di kalangan siswa. Dengan demikian, guru dapat mengembangkan pengelolaan kelas dan sekaligus pengelolaan instruksional menjadi lebih efektif. Untuk dapat mengimplementasikan keterampilan bertanya dalam pem-belajaran fisika maka seorang guru perlu mengenal macam dari jenis pertanyaan khususnya pertanyan proses dan pertanyaan tingkat tinggi. Pertanyaan proses merupakan bentuk pertanyaan yang mengacu pada pengembangan konsep fisika. Lewat daur berpikir empirico-logico-verificatio yang antara lain memuat pertanyaan observasi, klasifikasi, komunikasi, kesimpulan, hipotesis, eksperimentasi, dan pengukuran. Selanjutnya pertanyaan tingkat tinggi pada upaya menggali kemampuan siswa berpikir yang melibatkan aspek penilaian, penciptaan dan penalaran yang hakikatnya menyearahkan siswa untuk mampu berpikir taat asas. Dengan melibatkan aspek-aspek tersebut guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, sehingga perhatian siswa dapat lebih fokus pada pembelajaran dan tidak menimbulkan kebosanan. Dalam kaitan ini, guru sebagai pengelola pembelajaran perlu menghilangkan prasangka terhadap siswa dengan cara mengembangkan keterampilan bertanya dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir serta guru harus sabar dalam menunggu jawaban yang muncul dari siswa.

Penerapan keterampilan bertanya dalam pembelajaran fisika menuntut guru untuk lebih memahami materi fisika, yakni fisika berkembang lewat observasi/ pengamatan eksperimen. Oleh karena itu, sumber belajar yang berkaitan dengan lingkungan fisik perlu ditata ulang agar siswa mampu mengembangkan respon indrawinya sehingga kecermatan dan ketelitian, kejujuran dan kesadaran akan adanya masalah dalam setiap pembelajaran menjadi fokus utama yang perlu mendapatkan perhatian. Dalam kaitan ini pengembangan persepsi siswa menjadi acuan utama yang perlu mendapatkan perhatian dan bantuan guru agar siswa memperoleh kemudahan dan mampu membangun konsep yang benar. Keterampilan bertanya perlu memperhatikan loncatan berpikir dari aspek konkret ke abstrak. Dalam pembelajaran fisika diperlukan pengelolaan instruksional dan pengelolaan kelas yang mampu memberdayakan siswa dalam pembelajaran, Pengelolaan instruksional berkaitan dengan pengelolaan materi yang mampu membangkitkan interes siswa sedangkan pengelolaan kelas berkaitan dengan cara mengatur kelas penyediaan sumber belajar yang mampu menumbuhkan pola interaksi bermakna di kalangan siswa. Maka, penerapan keterampilan bertanya dalam pembelajaran merupakan hal yang penting dan merupakan salah satu aspek yang mampu memberdayakan siswa di kelas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditentukan rumusan masalahnya sebagai berikut:

1.      Bagaimana menciptakan pembelajaran yang aktif di kelas?

2.      Bagaimana menumbuhkan pertanyaan dan mengemukakan gagasan dari siswa dalam pembelajaran?

C. Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan model latikan inkuiri pada pembelajaran dapat menumbuhkan keberanian siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mengemukakan gagasan.

 

KAJIAN PUSTAKA

A. Hubungan Kebiasaan Bertanya Dengan Prestasi Belajar

Kebiasaan bertanya merupakan salah satu bagian penting guna menambah tercapainya hasil belajar yang optimal. Siswa akan terlatih untuk berpikir mengenai pelajaran yang telah diterima dan memperjelasnya dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan pelajaran yang disajikan guru. Sejauh mana usaha siswa untuk mengkondisikan dirinya bagi perbuatan belajar, sejauh itu pula hasil belajar akan ia capai.

Dengan bertanya kecerdasan berpikir pada siswa, akan terlatih. Siswa akan berpikir dan mengolah pelajaran yang diterima dari guru, dalam otaknya, siswa akan bertanya mengenai pelajaran yang belum dipahaminya, ia bisa bertanya dengan pertanyaan yang mengandung masalah dan ia juga bisa bertanya apa saja, mengenai pelajaran yang telah diterimanya. Dengan bertanya ia terlatih untuk berpikir, terlatih untuk mengembangkan informasi dan pengetahuan yang didapatnya, dan dengan kebiasaan bertanya akan melatih kepribadiannya agar selalu berani dan percaya diri. Kebiasaan bertanya merupakan salah satu faktor penyumbang yang penting bagi keberhasilan siswa dalam prestasi belajar. Dengan bertanya atau menjawab berbagai pertanyaan, pengetahuan yang diperolehnya dari situ akan lebih meninggalkan kesan. Ia akan lebih mengingat dengan apa yang telah ditanyakannya, dengan jawaban yang telah diberikan gurunya, dan begitu juga sebaliknya.

Menurut Ribowo, B. (2006) pentingnya penggunaan keterampilan bertanya secara tepat adalah untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam suatu proses belajar mengajar di kelas, yaitu membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu pokok bahasan, memusatkan perhatian siswa terhadap suatu pokok bahasan atau konsep, mendiagnosis kesulitan-kesulitan khusus yang menghambat siswa belajar, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkritisi suatu informasi yang ia dapatkan, mendorong siswa mengemukakan pendapatnya dalam diskusi, menguji dan mengukur hasil belajar siswa. Pentingnya siswa bertanya di kelas juga untuk mendorong terjadinya interaksi antar siswa agar siswa lebih terlibat secara pribadi dan lebih bertanggung jawab terhadap pertanyaan yang diajukan. Dalam hal ini bertujuan agar menciptakan sistem pembelajaran Student Centre Learning, dimana siswa yang aktif di dalam kelas sedangkan guru menjadi fasilitator, bukan pemegang kekuasaan penuh atas kelas.

Sementara siswa yang tidak banyak mengajukan pertanyaan-pertanyaan, kurang berkeinginan untuk mengikuti jawabannya, siswa yang kurang berinisiatif untuk mengajukan pertanyaan yang belum dipahaminya, atau pertanyaan yang mengandung masalah. Cenderung merupakan siswa yang lamban belajar. Siswa yang lamban belajar sangat sulit mengikuti pelajaran yang disampaikan gurunya, apalagi mencerna dan mengkajinya seperti yang diharapkan kurikulum sekolah. Jika didorong oleh keberaniannya untuk mengajukan suatu pertanyaan, ia sangat gugup untuk menyampaikannya. Siswa seperti ini harus selalu dimotivasi oleh gurunya agar selalu bertanya sehingga keberanian dan kepercayaan diri serta semangat belajarnya bangkit, yang pada akhirnya prestasi belajarnya tidak jelek.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Bertanya

1. Faktor Dari Dalam Diri Siswa

a. Minat siswa dalam bertanya

Minat, besar pengaruhnya terhadap berbagai aktivitas. Siswa yang berminat terhadap suatu pelajaran, akan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, karena ada daya tarik baginya. Siswa akan mudah menghafal pelajaran yang menarik minatnya. Siswa yang berminat pada suatu pelajaran akan selalu bertanya, mengenai hal-hal yang belum dimengerti (belum faham), serta untuk memenuhi rasa ingin tahunya terhadap pelajaran yang disajikan. Minat akan mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Apa yang menarik minat siswa, akan mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik. Dengan adanya minat akan membuat siswa senang, aktif dan cepat mengerti dalam menerima pelajaran serta membuat siswa tertarik untuk selalu bertanya dalam setiap kesempatan. Tinggi rendahnya minat siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkan, ini erat kaitannya pula dengan tinggi rendahnya kesadaran diri terhadap pemenuhan rasa ingin tahu / kebutuhan akan informasi, yang salah satunya dengan mengajukan pertanyaan.

b. Memiliki perasaan tidak / kurang berani dalam bertanya

Perasaan kurang berani “(perasaan takut) adalah sejenis naluri. Kebanyakan perasaan takut itu disebabkan karena pengaruh lingkungan. Takut salah, takut mendapat ejekan. Perasaan takut yang ada pada siswa, akan melemahkan semangatnya dan akan menggoyahkan ketenangannya. Ia tidak berani mengajukan pertanyaan, karena diliputi perasaan takut, seperti takut salah, takut mengungkapkan pendapat dan karena ketakutan lainnya. Sehingga apa yang ingin ditanyakan tidak dapat diutarakannya.

c. Motif keingintahuan siswa

Motif ialah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu. Atau seperti yang dikatakan oleh Sartain dalam bukunya Psychology Understanding of Human Behavior yang dikutip oleh M. Ngalim Purwanto, “Motif adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku / perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang. Motif keingintahuan siswa yang besar pada suatu pelajaran, akan dapat dilihat pada semangatnya mengikuti pelajaran. Salah satunya yang dapat dilihat ialah kebiasaannya mengajukan pertanyaan dan mengemukakan gagasan. Dengan motif keingintahuannya yang besar segala aktivitas belajar demi mencapai prestasi dan cita-citanya akan dijalaninya dengan penuh kegigihan.

2. Faktor Dari Luar Diri Siswa

a. Faktor Guru (motivasi dari guru)

Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada siswanya di sekolah, maka gurulah yang menciptakan lingkungan belajar bagi kepentingan belajar siswanya. Sebagai pendidik guru tidak hanya berperan untuk mendorong meningkatkan prestasi belajar siswa, tetapi juga yang lebih jauh lagi untuk memotivasi siswa agar lebih aktif, bergairah belajar dan menumbuhkan rasa ingin tahu pada siswa. Selaku motivator, guru harus selalu member semangat agar motif-motif yang positif pada siswanya dapat dibangkitkan, ditingkatkan dan dikembangkan.

Guru harus memotivasi siswanya agar terbiasa bertanya, karena hal itu penting bagi perkembangan kepribadian dan penambah pengetahuan. Dan sebagai orang yang menginginkan keberhasilan dalam mengajar, guru harus selalu mempertahankan agar umpan balik selalu berlangsung dalam diri siswanya. Umpan balik itu tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam bentuk sikap mental yang selalu berproses untuk menyerap bahan pelajaran yang diberikan. Bertanya adalah salah satu umpan balik yang diberikan siswa pada guru. Guru yang hanya mengajar dan tanpa memperhatikan mengerti tidaknya siswa terhadap bahan pelajaran yang disampaikan, akan mendapat reaksi negatif dari siswa. Siswa cenderung menunjukkan sikap acuh tak acuh atas apa yang disampaikan, ia juga bisa melakukan kegiatan lain yang terlepas dari masalah pelajaran.

b. Faktor Lingkungan, suasana belajar

Suasana belajar yang menyenangkan akan mempengaruhi semangat dan suasana hati siswa. Siswa yang memiliki semangat untuk belajar dan memiliki suasana hati yang menyenangkan, ia akan mengikuti pelajaran dengan penuh perhatian dan tidak akan sungkan-sungkan mengajukan pertanyaan dan mengemukakan gagasannya.

C. Model Latihan Inkuiri

Inkuiri didefinisikan sebagai proses mencari kebenaran, maklumat atau pengetahuan melalui kaedah persoalan. Proses inkuiri bermula dengan pengumpulan maklumat melalui indera penglihatan, pendengaran, sentuhan, rasa dan bau (Whet School & Disney Learning Partnership, 2000). • Inkuiri didefinisikan sebagai teknik penyoalan mengenai sesuatu perkara dan mencari jawaban kepada persooalan yang diutarakan. Ia melibatkan pemerhatian dan pengukuran yang teliti, membuat hipotesis, menterjemahkan dan membina teori

Model latihan inkuiri adalah sebuah model pembelajaran yang dikembangkan oleh J.Richard Suchman sejak tahun 1962 (Joyce et al, 1992: 200). Penerapan model latihan inkuiri ini bertujuan untuk menumbuhkan keberanian siswa mengajukan pertanyaan dan mengemukakan gagasan kepada orang lain. Untuk menumbuhkan sikap berani tentunya akan banyak faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah pengalaman hidupnya, pengetahuan serta kesannya terhadap obyek sikap seperti yang dikemukakan oleh Bolla (Siswoyo, 2000) bahwa latar belakang budaya menyebabkan siswa tidak terbiasa mengajukan pertanyaan padahal pertanyaan dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk mengemukakan gagasannya. Gagasan-gagasan pada siswa akan muncul bila dalam proses belajar mengajar dimana guru menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa belajar kreatif. Hal ini tentunya kembali kepada seberapa besar kreativitas guru untuk dapat menggabungkan kepentingan target kurikulum dan sekaligus mengembangkan sikap dan kreativtas siswa sehingga berani bertanya dan mengemukakan gagasannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Suchman (Rowe, 1978: 363) bahwa pembelajaran siswa terletak pada asumsi bahwa belajar akan berlanjut pada tingkat yang lebih tinggi dan suatu kompleksitas jika siswa selalu bertanya. Penerapan model latihan inkuiri ini memungkinkan siswa untuk memikirkan sebanyak mungkin pertanyaan dan tentunya akan menunjang rasa ingin tahu siswa.
Dalam Inquiry Techniques for Teaching Science , yang ditulis oleh William D. Romey (1968: 257) memaparkan bahwa menurut Arthur Costa ada tiga teori metode inkuiri yang masing-masing didefinisikan oleh J. Richard Suchman, Ben Strasser dan Alphoretta Fish. Dari ketiga teori tersebut, dipilih model latihan inkuiri yang dikembangkan oleh J.Richard Suchman. Menurut Richard Suchman, inkuiri dirancang agar siswa dapat langsung mengontrol sendiri pembelajarannya. Guru hanya menyediakan kondisi yang seperti biasanya, mengatur prosesnya, mengatur kegiatan belajar mengajar dan membantu siswa dalam mengevaluasi kemajuannya. Jadi guru hanya sebagai fasilitator dan siswa bertindak sebagai  programer.
Latihan Inkuiri dikembangkan oleh J.Richard Suchman untuk membelajarkan siswa tentang suatu proses untuk menginvestigasi dan menjelaskan fenomena yang tidak biasa. (Joyce et al, 1992: 199). Model ini dirancang untuk melatih siswa dalam suatu penelitian ilmiah sehingga diharapkan dapat menumbuhkan dan mengembangkan rasa ingin tahu dalam diri siswa, menumbuh kembangkan kemampuan intelektual dalam berfikir induktif, kemampuan meneliti, kemampuan berargumentasi dan kemampuan mengembangkan teori. Prinsip penting pada model latihan inkuiri (Joyce et al: 1992) adalah memastikan agar pertanyaan yang diajukan oleh siswa dapat dijawab dengan ya atau tidak oleh guru dan sama sekali tidak meminta guru untuk melakukan penyelidikan. Menurut Suchman (Rowe, 1978:363) tujuan mengharuskan siswa mengajukan pertanyaan yang hanya akan dijawab oleh guru dengan ya atau tidak adalah untuk membelajarkan siswa tentang bagaimana cara (1) mengajukan pertanyaan yang terarah dan tidak kabur, (2) menyusun informasi untuk mendukung kesimpulan (sementara), (3) menganalisis suatu situasi dalam menyelesaikan hubungan antar variabel.

 

METODE

A. Prosedur Penelitian

a.  Setting penelitian

Subyek penelitian adalah siswa model mata kuliah Pengembangan Program Pembelajaran Fisika dengan jumlah 13 siswa.

b.      Variabel yang Diteliti:

1.      Keaktifan siswa mengajukan pertanyaan saat pembelajaran.

2.      Keaktifan siswa dalam mengemukakan gagasan atau pendapat.

3.      Respon siswa

c.         Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.      Guru

Guru adalah salah satu sumber informasi yang diperlukan dalam penelitian, maka peneliti melakukan pengambilan informasi dari guru dengan teknik observasi. Observasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai keadaan subyek yang meliputi kegiatan / cara guru mengajar fisika di kelas.

2.      Siswa

Informasi yang diambil dari siswa adalah 3 aspek, yaitu aspek kognitif, psikomotorik dan afektif yang diperoleh dari pengamatan pada saat proses pembelajaran berlangsung.

d.        Rencana Tindakan

Membuat Instrumen penelitian berupa skenario pembelajaran, Tes hasil belajar, angket awal dan respon, serta pedoman observasi.

 

PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN

A. Temuan pada Observasi awal

Berdasarkan observasi pada tanggal 3 November 2010 ada beberapa hal yang ditemukan oleh peneliti antara lain sebagai berikut:

1.      Rendahnya motivasi belajar siswa yang dapat dilihat dari kepasifan siswa dalam pembelajaran di kelas, siswa kurang berani mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan dalam pikirannya.

2.      Siswa jarang bertanya kepada guru tentang materi yang belum dipahami atau hal lainnya yang berhubungan dengan materi pembelajaran.

3.      Siswa masih banyak yang berbicara dengan temannya dalam pembelajaran, siswa kurang bersemangat dan terlihat bosan dalam belajar.

4.      Pola pembelajarannya yang diterapkan cenderung berpusat pada guru dimana siswa kurang berkesempatan umtuk mengembangkan kreativitas dan belum terlibat secara langsung dalam pembelajaran.

Melalui kegiatan obsevasi awal ini ditemukan fakta bahwa pembelajaran yang dilakukan guru sering menggunakan metode ceramah dengan fokus guru yang aktif dalam pembelajaran. Strategi dan metode pembelajaran inilah yang sangat berpengaruh terhadap partisipasi siswa. Siswa kurang senang dengan metode ceramah yang digunakan guru karena membuat mereka mengantuk dan bosan apabila berlama-lama mendengarkan penjelasan guru. Hal ini pula yang menyebabkan siswa kurang antusias dalam pembelajaran dan enggan untuk mengajukan pertanyaan kepada guru. Keengganan inilah yang menyebabkan rendahnya kemampuan bertanya siswa sehingga siswa kurang memahami materi pelajaran. Hal ini berdampak negatif bagi pencapaian prestasi belajar siswa.

B. Analisis dan Refleksi Terhadap Observasi Awal

Berdasarkan temuan yang dipeeroleh dari observasi awal, maka dapat dilakukan analisis dan refleksi terhadap temuan tersebut untuk memperbaiki kegiatan belajar dan mengajar. Analisi dan refleksi tersebut adalah sebagai berikut:

1.      Diharapkan siswa mengalami sendiri apa yang mereka pelajari sehingga siswa akan lebih termotivasi dan lebih paham bila materi yang akan diberikan terintegrasi dalam lingkungan sekitarnya.

2.      Sebaiknya pola pembelajaran terpusat pada siswa, sehingga akan meningkatkan kreativitas dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran. Siswa diberikan kebebasan mengeluakan ide atau gagasan, diskusi, dan bereksperimen sehingga dpat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.

3.      Sebaiknya metode pembelajaran fisika divariasi sehingga siswa tidak merasa bosan. Pembelajaran dapat dilakukan dengan melakukan diskusi, praktikum dan pengamatan secara langsung pada objek yang akan dipelajari sehingga pembelajaran akan terpusat pada siswa.

Model latihan inkuiri dirancang untuk melatih siswa sehingga diharapkan dapat menumbuhkan dan mengembangkan rasa ingin tahu dalam diri siswa, menumbuh kembangkan kemampuan intelektual dalam berfikir induktif, kemampuan meneliti, kemampuan berargumentasi dan kemampuan mengembangkan teori. Sesuai dengan pendapat Mulyasa (2002:240), bahwa tanya jawab yang berlangsung selama pembelajaran didorong oleh inkuiri (ingin tahu) para siswa. Keberanian bertanya dan gagasan-gagasan pada siswa akan muncul bila dalam proses belajar mengajar dimana guru menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa belajar kreatif. Hal ini tentunya kembali kepada seberapa besar kreativitas guru untuk dapat menggabungkan kepentingan target kurikulum dan sekaligus mengembangkan sikap dan kreativtas siswa sehingga berani bertanya dan mengemukakan gagasannya. Penerapan model latihan inkuiri ini memungkinkan siswa untuk memikirkan sebanyak mungkin pertanyaan dan tentunya akan menunjang rasa ingin tahu siswa.

Dalam model pembelajaran inkuiri guru mesti mampu menciptakan kelas sebagai laboratorium demokrasi, supaya pelajar terlatih dan terbiasa berbeda pendapat. Peranan guru dalam pelaksanaan pembelajaran inkuiri adalah sebagai fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator. Sebagai fasilitator seorang guru mesti memiliki sikap-sikap sebagai berikut (Roger dalam Djahiri, 1980) :

1) Mampu menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan,

2) Membantu dan mendorong pelajar untuk mengungkapkan dan menjelaskan keinginan dan pembicaraannya baik secara individual maupun kumpulan,

3) Membantu kegiatan-kegiatan dan me-nyediakan sumber atau peralatan serta membantu kelancaran belajar mereka,

4) Membina siswa agar setiap orang merupakan sumber yang bermanfaat bagi yang lainnya,

5) Menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan mengatur penyebaran dalam bertukar pendapat.

Sebagai mediator, guru berperan sebagai penghubung dalam menjembatani mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas melalui pembelajaran koperatif dengan permasalahan yang nyata ditemukan di lapangan. Peranan ini sangat penting dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) yaitu istilah yang dikemukakan oleh Ausubel untuk menunjukan bahan yang dipelajari memiliki kaitan makna dan wawasan dengan apa yang sudah dimiliki oleh siswa sehingga mengubah apa yang menjadi milik siswa. (Hasan, 1996).

Disamping itu juga, guru berperan dalam menyediakan sarana pembelajaran, agar suasana belajar tidak monoton dan membosankan. Dengan kreativitasnya, guru dapat mengatasi keterbatasan sarana sehingga tidak menghambat suasana pembelajaran di kelas.

Sebagai Director-Motivator, Peran ini sangat penting karena mampu membantu kelancaran diskusi kumpulan, Guru berperan dalam membimbing serta mengarahkan jalannya diskusi, membantu kelancaran diskusi tapi tidak memberikan jawaban.

Disamping itu sebagai motivator guru berperan sebagai pemberi semangat pada siswa untuk aktif berpartisipasi. Peran ini sangat pentng dalam rangka memberikan semangat dan dorongan belajar kepada siswa dalam mengembangkan keberanian siswa baik dalam mengembangkan keahlian dalam bekerjasama yang meliputi mendengarkan dengan seksama, mengembangkan rasa empati. maupun berkomunikasi saat bertanya, mengemukakan pendapat atau menyampaikan permasalahannya.

 

PENUTUP

Kesimpulan

Bertanya adalah cara untuk mengungkapakan rasa keingintahuan akan jawaban yang tidak atau belum diketahui. Rasa ingin tahu merupakan dorongan atau rangsangan yang efektif untuk belajar dan mencari jawaban. Kegiatan bertanya di kelas adalah aktivitas yang penting dalam proses belajar mengajar. Bukan hanya bagi guru, namun juga bagi para siswa. Aktivitas di kelas adalah pertanda bahwa kegiatan belajar mengajar di dalam kelas itu ada. Di lain pihak menurut Rustaman (2002:7) bahwa sekalipun guru-guru mengakui bahwa mendorong siswa untuk bertanya merupakan sesuatu yang berharga bagi proses belajar siswa, tetapi banyak guru yang berpendapat bahwa hal itu hanya akan menimbulkan masalah bagi guru sehingga budaya bertanya jarang diciptakan dan dikembangkan di kelas. Model latihan inkuiri adalah sebuah model pembelajaran yang dikembangkan oleh J.Richard Suchman sejak tahun 1962 (Joyce et al, 1992: 200). Penerapan model latihan inkuiri ini bertujuan untuk menumbuhkan keberanian siswa mengajukan pertanyaan dan mengemukakan gagasan kepada orang lain. Keberanian bertanya saat pembelajaran dan gagasan-gagasan pada siswa akan muncul bila dalam proses belajar mengajar dimana guru menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa belajar kreatif. Hal ini tentunya kembali kepada seberapa besar kreativitas guru untuk dapat menggabungkan kepentingan target kurikulum dan sekaligus mengembangkan sikap dan kreativtas siswa sehingga berani bertanya dan mengemukakan gagasannya. Dalam hal ini bertujuan agar menciptakan sistem pembelajaran Student Centre Learning, dimana siswa yang aktif di dalam kelas sedangkan guru menjadi fasilitator, bukan pemegang kekuasaan penuh atas kelas.

 

Daftar Pustaka

Mulyasa, E.(2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosda Karya

Dahar, R.W. (1978) Metodologi Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika. IKIP Bandung.

Dahar, R.W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01b9/55f8dc7e.dir/doc.pdf  20.06.2010_13.35

Januari 13, 2011 Posted by | Pembelajaran | | 1 Komentar

ANALISIS TENTANG MEMBANGUN PENGETAHUAN AWAL ATAU APERSEPSI SISWA DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN


Abstrak

Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang relatif tetep, proses perubahan ini tidak terjadi sekaligus terapi terjadi secara bertahap tergantung pada faktor-faktor pendukung belajar yang mempengaruhi siswa. Faktor ini dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern berhubungan dengan segala sesuatu yang ada pada diri siswa yang menunjang pembelajaran seperti inteligensi, bakat, kemampuan motorik pancaindra,dan skema berpikir. Faktor ekstern merupakan segala sesuatu yang berasal dari luar diri siswa yang menkondisikannya dalam pembelajaran seperti pengalaman, lingkunagn sosial, metode balajar-mengajar, strategi belajar-menajar, fasilitas belajar dan dedikasi guru. Keberhasilannya mencapai suatu tahap hasil belajar memungkinkannya untuk belajar lebih lancar dalam mencapai tahap selanjutnya. Apersepsi yang dilakukan pada tahap awal pembelajaran pada umumnya dianggap hal yang kecil, terkadang terlupakan. Namun demikian berdasarkan fakta dilapangan banyak dijumpai menjadi sangat fatal akibatnya tatkala siswa dihadapkan pada permasalahan inti dalam kegiatan belajar mengajar. Ketidakbisaan siswa dalam menyelesaikan masalah atau dalam proses menemukan konsep ternyata sangat dipengaruhi oleh ketidakmatangan sewaktu apersepsi, yang akhirnya tujuan akhir dari pembelajaran itu tidak tercapai atau tidak sesuai dengan harapan.

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Secara umum prestasi belajar siswa di indonesia ditentukan oleh kemampuan kognitifnya dalam memahami sebaran materi pelajaran yang telah ditentukan didalam kurikulum. Soemanto (1984:120-121) menyatakan bahwa tingkah laku kognitif merupakan tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku terjadi.

Berdasarkan penelitian dari beberapa ahli, Pintrinch menyimpulkan pengetahuan awal yang tidak akurat dapat mengahalangi perkembangan siswa dan kekurangan pengetahuan awal tidak memungkinkannya untuk maju. Hasil eksperimen Biemans dan Simons menunjukkan bahwa mengarahkan miskonsepsi melalui instruksi dan memberikan saran kepada siswa bahwa pengetahuan baru bisa tidak konsisten dengan apa yang telah diketahui, dapat membantunya belajar. Chan et al membuktikan pengetahuan awal memainkan peran mediasi didalam menggerakkan aktivitas yang konstruktif. Penelitian Barclay menunjukkan bahwa pemahaman terhadap suatu teks tergantung pada penerapan pengetahuan awal yang relevan yang tidak ada didalam teks.

Bagi guru, disaat akan mengajar sebuah konsep apa saja pada siswa, guru sebaiknya memahami bahwa setiap siswa memiliki pengalaman, sikap dan kebiasaan yang berbeda, agar dapat menggali dan menghubungkan pengalaman, sikap dan kebiasaan siswa terhadap konsep yang akan guru ajarkan perlu kiranya guru mengkaitkan dengan apersepsi.

Di dalam kegiatan belajar mengajar, kebanyakan guru belum bisa atau kurang dalam membangun pengetahuan awal pada siswa. Sehingga banyak yang beranggapan bahawa kegiatan belajar mengajar adalah untuk mendapatkan ketercapaian oleh guru yaitu membelajarkan materi kepada siswa. Sebenarnya ketercapaian yang diinginkan adalah pemahaman konsep tau materi olea siswa dari yang disampaikan guru. Untuk itu guru harus memperbanyak apersepsi mengenai materi yang akan diajarkan kepada siswa.

Apersepsi berarti penghayatan tentang segala sesuatu yang menjadi dasar untuk menerima ide-ide baru. Secara umum fungsi apersepsi dalam kegiatan pembelajaran adalah untuk membawa dunia siswa ke dunia guru. Artinya, mengaitkan apa yang telah diketahui atau di alami dengan apa yang akan dipelajari, sehingga siswa lebih termotivasi untuk mengikuti pembelajaran.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a.       Mengapa pengetahuan awal berpengaruh terhadap kepahaman siswa dalam mempelajari pengetahuan baru?
b.      Mengapa pengetahuan awal sangat penting dalam setiap pembelajaran?

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini berusaha menjawab rumusan masalah penelitian di atas. Untuk itu, tujuan penelitian ini adalah:

a.       Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan awal terhadap kepahaman siswa dalam mempelajari pengetahuan baru.

b.      Untuk mengetahui pentingnya pengetahuan awal dalam setiap program pembelajaran.

B. KAJIAN PUSTAKA

1. Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme

Salah satu prinsip psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka. Tokoh yang berperan pada teori ini adalah Jean Piaget dan Vygotsky. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:

  1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
  2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
  3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
  4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
  5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
  6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget yang merupakan bagian dari teori kognitif juga. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif  Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).

Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Belajar merupakan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).

2. Pengertian Apersepsi

Apersepsi berasal dari kata ”Apperception” berarti menyatupadukan dan mengasimilasikan suatu pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki. Atau kesadaran seseorang untuk berasosiasi dengan kesan-kesan lama yang sudah dimiliki dibarengi dengan pengolahan sehingga menjadi kesan yang luas. Kesan yang lama itu disebut bahan apersepsi.

Apersepsi adalah getaran-getaran tanda yang diterima oleh seorang individu atas suatu obyek tertentu. Obyek tersebut bisa berupa suatu benda, gejala alam atau sosial, dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Apersepsi atau getaran-getaran tersebut diterima melalui panca indra yang kita miliki. Proses penerimaan apersepsi inilah yang kita sebut sebagai persepsi.

Apersepsi berarti penghayatan tentang segala sesuatu yang menjadi dasar untuk menerima ide-ide baru. Secara umum fungsi apersepsi dalam kegiatan pembelajaran adalah untuk membawa dunia mereka ke dunia kita. Artinya, mengaitkan apa yang telah diketahui atau di alami dengan apa yang akan dipelajari.

Apersepsi dalam pengajaran adalah menghubungan pelajaran lama dengan pelajaran baru, sebagai batu loncatan sejauh mana anak didik mengusai pelajaran lama sehingga dengan mudah menyerap pelajaran baru. Disaat kita akan mengajar sebuah konsep apa saja pada siswa, guru sebaiknya memahami bahwa setiap siswa memiliki pengalaman, sikap dan kebiasaan yang berbeda, agar dapat menggali dan menghubungkan pengalaman, sikap dan kebiasaan siswa terhadap konsep yang akan kita ajarkan perlu kiranya kita kaitkan dengan apersepsi.

Apersepsi bisa berupa cerita, lagu, video ataupun gambar dll, kali ini saya akan

memakai gambar sebagai apersepsi.

2. Pentingnya Apersepsi

Apersepsi ini sangat penting. Mengapa?
a. Kita mencoba menarik mereka ke dunia yang kita ciptakan
b. Kita mencoba menyatukan dua dunia yang berbeda
c. Pentingnya menciptakan atmosfir, karena mereka berangkat dari latar belakang  yang berbeda-beda.

d. Perluya membangun motivasi

Proses belajar tidak dapat dipisahkan peristiwa-peristiwanya antara individu dengan lingkungan pengalaman murid, maka sebelum memulai pelajaran yang baru sebagai batu loncatan, guru hendaknya berusaha menghubungkan terlebih dahulu dengan bahan pelajarannya yang telah dikuasai oleh murid-murid berupa pengetahuan yang telah diketahui dari pelajaran yang lalu atau dari pengalaman. Inilah yang dimaksud dengan apersepsi. Jadi dengan kata lain apersepsi adalah suatu gejala jiwa yang dialami apabila kesan baru masuk ke dalam kesadaran seseorang dan berjalin dengan kesan-kesan lama yang sudah dimiliki disertai proses pengolahan sehingga menjadi kesan yang lebih luas. Azas ini penting pula artinya dalam usaha menghubungkan bahan pelajaran  yang akan diberikan dengan apa yang telah dikenal anak.

3. Pembentukan Apersepsi

Apersepsi dapat dibentuk melalui 4 pilar. Pertama adalah alfa zone. Setelah bertatap muka dengan siswa, mulailah menuju kondisi awal yang menyenangkan. Kesiapan paling untuk memasukkan fakta dan informasi. Dalam keadaan ini, pergerakan dendrite otak sudah harmonis.

Jika divisualkan, gerakannya akan bersama-sama saat mengambil info. Berbeda dengan kondisi teta, di mana anak tampak melamun membayangkan sesuatu, dan bahkan bisa masuk ke kondisi delta, tertidur lelap saat guru menerangkan, kondisi alfa mudah dikenali. Jika sudah tampak senyum mengembang di bibir siswa, dan mata berbinar, saat itulah kondisi alfa sudah on.

Menciptakan alfa zone didapat melalui kegiatan games, cerita lucu, tebak-tebakan, musik, brain gym, dan serangkaian ice breaking lainnya yang tak harus ada hubungannya dengan materi yang akan diajarkan. Tak perlu semua ada. Salah satu saja. Mengingat pentingnya pengkondisian alfa yang diibaratkan seperti peluru, buatlah katalog ice breaking. Targetnya adalah siswa bisa tertarik.

Pilar ke-dua adalah warmer. Menghangatkan ingatan yang sudah lalu. Jika pertemuan itu bukan yang pertama, warmer dimaksukan sebagai pembentuk pengetahuan konstruktivisme, yakni membangun makna baru berdasar pengetahuan yang sudah dimiliki siswa. Contoh guru me-recall dengan pertanyaan terbuka. “Bagaimana pendapatmu tentang pohon bambu dan pohon kelapa, yang keduanya adalah tanaman yang banyak ditemui di Indonesia. Apa saja kegunaannya?”

Pilar ke-tiga adalah pre teach. Ini yang sering dilupakan oleh Guru. Tidak heran kalau kondisi kelas kusut masai dan siswa tak terkondisi. Pre teach ini memberi informasi secara manual, bagaimana aturan diberlakukan. Terlebih pada mata pelajaran sains atau percobaan yang menggunakan alat, pre teach mutlak dilakukan, agar tak terjadi cedera atau kesalahan prosedur.

Pilar ke-empat adalah scene setting. Kondisi inilah yang paling dekat dengan strategi. Sering pula disebut sebagai hook atau pengait menuju mata pelajaran inti. Contoh: meminta siswa membandingkan benda pilihan dari tas nya, dan berjajar sesuai berat benda, adalah scene setting menuju pelajaran matematika ‘berat ringan’.

Seberapa penting pembentukan apersepsi ini? Menurut Munif Chotib, jika tak dilakukan, proses belajar jelas tak maksimal, dan akan terjadi down shifting pada otak anak, karena tak di refresh.

 

4. Motivasi Belajar

Dalam kegiatan belajar mengajar, dikenal adanya motivasi belajar yaitu:  motivasi yang diterapkan dalam kegiatan belajar.  Jadi motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak  psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar itu demi mencapai satu tujuan dengan menciptakan kondisi sedemikian rupa  sehingga anak itu mau melakukan apa yang dilakukan. Ini merupakan usaha yang disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan motif-motif pada diri murid yang menunjang kegiatan ke arah tujuan–tujuan  belajar.

a. Jenis-jenis motivasi

Motivasi dapat dibedakan atas motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri individu, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar individu.

Motivasi belajar secara instrinsik sebenarnya telah ada di dalam diri manusia,  yang memandang bahwa segala tindakan manusia, termasuk belajar, adalah karena terdapatnya tanggung jawab internal pada diri manusia itu. Manusia dalam sudut pandang teori ini, mamang termasuk mahluk yang baik, tinggi tanggung jawabnya, suka bekerja termasuk belajar, tinggi militansi kerja atau belajarnya, dan selalu inggin berprestasi.

Sungguhpun demikian, rekayasa lingkungan perlu diberikan agar seseorang tetap belajar. Rekayasa  lingkungan antara  lain dapat berupa motivasi ekstrinsik. Hal ini perlu diberikan karena seseorang tidak senantiasa berada dalam keadaan menetap. Melemahnya motivasi intrinsik perlu dikatrol dengan mengunakan motivasi ekstrinsik .

b. Ciri motivasi dalam pembelajaran

Ada beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang sangat tinggi.  Ini dapat melalui proses belajar mengajar di kelas, seperti:

a.       Tertarik kepada guru.

b.      Tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan

c.       Mempunyai antosias yang tinggi serta mengendalikan perhatiannya terutama kepada guru.

d.      Ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas

e.       Ingin identitas dirinya diakui oleh orang lain

f.       Tindakan, kebiasaan, dan moralnya selalu dalam kontrol diri

g.      Selalu mengingat  pelajaran dan mempelajarinya kembali

h.      Selalu terkontrol oleh lingkungan

Terlepas dari ciri-ciri motivasi di atas, ada beberapa ciri motivasi yang ada pada diri seseorang adalah sebagai berikut:

“Tekun dalam menghadapi tugas atau dapat bekerja secara terus menerus dalam waktu lama, ulet menghadapi kesulitan dan tidak muda putus asa, tak cepat puas atas prestasi yang diperoleh, menunjukan minat yang besar terhadap masalah-masalah belajar, lebih suka belajar sendiri, tidak cepat bosan dengan tugas-tugas rutin,  dapat mempertahankan pendapatnya, dan senang mencari dan memecahkan masalah.”

c. Fungsi motivasi dalam belajar

Dalam kegiatan belajar mengajar sengat diperlukan adanya motivasi.  Hasil belajar akan menjadi optimal kalau ada motivasi. Makin  tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para sisiwa.

Sehubungan dengan hal tersebut, ada tiga fungsi  motivasi sebagai berikut:

1.    Mendorong manusia untuk berbuat

2.    Menentukan arah perbuatannya, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai

3.    Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan.

Di samping itu, ada juga fungsi-fungsi lain seperti mendorong usaha dan pencapaian prestasi. Intensitas motivasi seseorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.

d. Prinsip motivasi belajar

Motivasi merupakan faktor yang berarti dalam pencapaian prestasi belajar. Dua pembangkit motivasi belajar yang efektif adalah keingintahuan dan keyakinan akan kemampuan diri. Setiap siswa memiliki rasa ingin tahu dan guru perlu menyalurkannya dengan berbagai macam cara. Begitu pula Keyakinan akan kemampuan diri perlu mendapat penguatan dari guru sehingga akan menumbuhkan rasa kepercayaan yang pada gilirannya menciptakan situasi perasaan yang lebih yakin akan kemampuan dirinya. Ada 12 Prinsip motivasi belajar yang perlu diperhatikan:

1.      Kebermaknaan dalam belajar

Siswa akan termotivasi giat belajar jika hal yang dipelajari dirasakan bermakna bagi dirinya. Kebermaknaan lazimnya terkait dengan bakat, minat, pengetahuan dan pengalaman hidupnya.

2.      Pengetahuan dan keterampilan siap

Siswa akan dapat belajar dengan baik jika telah siap baik berupa pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Oleh karena itu siswa akan menggunakan pengetahuan awalnya untuk menapsirkan dan menginformasikan pengalamannya. Penafsiran ini akan membangun pemahaman yang dipengaruhi oleh pengetahuan awal itu. Dengan demikian guru perlu memahami pengetahuan awal siswa untuk dikaitkan dengan bahan yang akan dipelajarinya sehingga membuat belajar menjadi lebih mudah dan bermakna.

3.      Model panutan

Siswa akan menguasai keterampilan baru dengan baik, jika guru memberi contoh dan model yang patut ditiru.

4.      Komunikasi terbuka

Siswa akan termotivasi untuk belajar jika penyampaiannya dilakukan secara terstruktur sesuai dengan tingkat perkembangan kognitifnya, sehingga kesan pembelajaran dapat dievaluasi dengan tepat.

5.      Kewajaran dan tugas yang menantang

Siswa akan termotivasi untuk belajar jika mereka diberi materi kegiatan baru atau gagasan yang wajar, asli dan berbeda. Gagasan baru dan asli akan menambah konsentrasi siswa pada pelajaran. Hal ini berpengaruh pada pencapaian hasil belajar. Konsentrasi juga dapat bertambah bila siswa menghadapi tugas yang menantang dan sedikit melebihi kemampuannya. Sebaliknya bila tugas terlalu jauh dari kemampuannya akan terjadi kecemasan. Dan bila tugas kurang dari kemampuannya akan terjadi kebosanan.

6.      Latihan yang tepat dan aktif

Siswa akan dapat menguasai materi pembelajaran dengan efektif jika kegiatan belajar mengajar memberikan kegiatan latihan sesuai kemampuan siswa dan siswa dapat berperan aktif untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.

7.      Penilaian yang berkesinambungan

Siswa akan memperoleh pencapaian belajar yang efektif jika penilaian dilakukan dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama dengan frekuensi pengulangan yang tinggi.

8.      Kondisi dan hasil yang menyenangkan

Siswa akan belajar dan terus belajar jika kondisi pembelajaran dibuat menyenangkan, nyaman, dan jauh dari perilaku yang menyakitkan perasannya, serta sering merasakan keberhasilannya.

9.      Keragaman pendekatan belajar

Siswa akan belajar jika diberi kesempatan untuk memilih dan menggunakan berbagai pendekatan belajar. Pengalaman belajar tidak hanya berorientasi pada buku teks, tetapi juga dapat dikemas dalam berbagai kegiatan praktis seperti proyek, simulasi, drama, dan/atau penelitian/pengujian.

10.  Mengembangkan beragam kemampuan

Siswa akan belajar secara optimal jika pengalaman belajar yang disajikan dapat mengembangkan berbagai kemampuan, seperti kemampuan logis, matematis, bahasa, musik, kinestetik, dan kemampuan inter maupun antar personal.

11.  Melibatkan sebanyak mungkin indra

Siswa akan menguasai hasil belajar dengan optimal, jika menggunakan semua alat indra dalam belajar.

12.  Keseimbangan pengaturan pengalaman belajar

Siswa akan lebih menguasai materi pelajaran jika pengalaman belajar diatur sedemikian rupa sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menghayati, mengungkapkan dan mengevaluasi apa yang terjadi. Memikirkan kembali apa yang telah dialami dan yang sedang dikerjakan merupakan kegiatan penting dalam memantapkan pemahaman.

e. Faktor-faktor  yang mempengaruhi motivasi belajar

Sebagaimana yang disebutkan pada bagian depan, bahwa motivasi sangat krusial dalam belajar dan pembelajaran. Akan tetapi motivasi belajar tersebut juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1.      Ciri-ciri  Pembelajaran

Setiap manusia senantiasa mempunyai ciri-ciri tertentu dalam hidupnya, termasuk pembelajaran, yang senantiasa ia kejar dan ia perjuangkan. Bahkan tidak jarang meskipun rintangan yang ditemui sangat banyak tetapi tetap berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai apa yang ia cita-citakan.

2.      Kemampuan Pembelajaran

Kemampuan manusia satu dan lainnya tidaklah sama. Menuntun seseorang sebagai mana orang lain dari bingkai penglihatan tidaklah dibenarkan. Sebab, orang yang mempunyai kemampuan yang rendah sangatlah sulit untuk menyerupai orang yang berkemampuan tinggi, begitu pula sebaliknya.

3.      Kondisi Pembelajaran

Kondisi pembelajaran, baik yang bersifat fisik maupun psikis, sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar seseorang sebab apabila kondisi fisik seseorang dalam keadaan lelah, maka motivasi belajarnya  akan menurun, sedangkan apabila kondisi psikologis seseorang terganggung (stres), maka seseorang tidak bisa mengkonsentrasikan diri terhadap hal-hal yang dipelajari.

4.      Kondisi Lingkungan Pembelajaran.

Sudah diketahui umum bahwa yang menentukan motivasi belajar seseorang, selain faktor individu juga faktor lingkungan, lebih-lebih lingkungan belajar. Sebab, individu secara sadar atau tidak, senantiasa tersosialisasi oleh lingkungannya.

5.      Unsur-Unsur Dinamis Belajar Pembelajaran

Unsur-unsur dinamis belajar pembelajaran seperti: motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belajar, bahan belajar, alat bantu belajar, dan kondisi subjek belajar sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar seseorang.

6.      Upaya Guru Dalam Membelajarkan Pembelajaran

Upaya guru dalam membelajarkan pembelajaran juga sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Guru yang sungguh-sungguh dan tinggi gairahnya dalam membelajarkan pembelajaran, akan menjadikan pembelajaran juga bergairah belajar.

Jelaslah bahwa, dalam setiap usaha atau kegiatan manusia  dimana dan kapan saja, tak selamanya menempuh jalan mulus seperti yang diharapkan. Di satu sisi, manusia menginginkan suatu kesuksesan gemilang, namun di sisi lain harapan manusia selalu saja menemukan hambatan-hambatan. Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar, sangat banyak kendala-kendala atau hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam membelajarkan siswa.

C. PAPARAN DAN HASIL

1. Temuan pada Observasi awal

Berdasarkan observasi pada tanggal 3 November 2010 ada beberapa hal yang ditemukan oleh peneliti antara lain sebagai berikut:

1.      Kurangnya kesiapan siswa dalam mengikuti pelajaran di kelas.

2.      Kurangnya interaksi antara siswa dengan guru sehingga pembelajaran cenderung berpusat pada guru.

3.      Pada saat pembelajaran siswa masih banyak yang berbicara dengan temannya, karena siswa kurang bersemangat dan terlihat bosan dalam belajar.

4.      Pola pembelajarannya yang diterapkan cenderung berpusat pada guru dimana siswa kurang berkesempatan umtuk mengembangkan kreativitas dan belum terlibat secara langsung dalam pembelajaran.

Melalui kegiatan obsevasi awal ini ditemukan fakta bahwa pembelajaran yang dilakukan guru sering menggunakan metode ceramah dengan fokus guru yang aktif dalam pembelajaran. Strategi dan metode pembelajaran inilah yang sangat berpengaruh terhadap partisipasi siswa. Siswa kurang senang dengan metode ceramah yang digunakan guru karena membuat mereka mengantuk dan bosan apabila berlama-lama mendengarkan penjelasan guru. Hal ini pula yang menyebabkan siswa kurang mengerti keterkaitan antara materi pelajaran yang diajarkan sekarang dengan materi yang lalu. Hal ini berdampak negatif bagi pencapaian prestasi belajar siswa.

2. Analisis dan Refleksi Terhadap Observasi Awal

Berdasarkan temuan yang dipeeroleh dari observasi awal, maka dapat dilakukan analisis dan refleksi terhadap temuan tersebut untuk memperbaiki kegiatan belajar dan mengajar. Analisi dan refleksi tersebut adalah sebagai berikut:

a.    Mengaitkan materi pembelajaran dengan pengalaman siswa di luar lingkungan

b.    Menunjukan, menjelaskan  kepada siswa, mengapa suatu bidang studi dimasukkan antosiasme  dalam mengajarkan bidang studi yang dipegang dan mengunakan prosedur mengajar yang sehat.

c.    Mendorong siswa untuk  memandang belajar di sekolah sebagai suatu tugas yang harus tidak serba merekam, sehingga siswa mempunyai intensi untuk belajar dan menyelasaikan tugasnya dengan sebaik mungkin.

d.   Menciptakan iklim dan suasana dalam kelas yang sesuai dengan kebutuhan siswa untuk menghindari kegagalan.

e.    Memberitahukan hasil ulangan .

f.     Berpartisipasi dalam kegiatan ekstra kurikuler guna meningkatkan hubungan kemanusiaan dengan siswa .

g.    Mengunakan bentuk-bentuk kompetensi yang sehat.

h.    Mengunakan intensif, baik berupa materi maupun nonmateri secara wajar. Demikian pula menggunakan  hukuman dan teguran secara wajar.

 

D. PENUTUP

Dari teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget yang merupakan bagian dari teori kognitif juga. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Karena itu apersepsi sangat penting dalam pembelajaran karena:
a. Kita mencoba menarik mereka ke dunia yang kita ciptakan
b. Kita mencoba menyatukan dua dunia yang berbeda
c. Pentingnya menciptakan atmosfir, karena mereka berangkat dari latar belakang  yang berbeda-beda.

d. Perluya membangun motivasi

Proses belajar tidak dapat dipisahkan peristiwa-peristiwanya antara individu dengan lingkungan pengalaman murid, maka sebelum memulai pelajaran yang baru sebagai batu loncatan, guru hendaknya berusaha menghubungkan terlebih dahulu dengan bahan pelajarannya yang telah dikuasai oleh murid-murid berupa pengetahuan yang telah diketahui dari pelajaran yang lalu atau dari pengalaman. Inilah yang dimaksud dengan apersepsi. Jadi dengan kata lain apersepsi adalah suatu gejala jiwa yang dialami apabila kesan baru masuk ke dalam kesadaran seseorang dan berjalin dengan kesan-kesan lama yang sudah dimiliki disertai proses pengolahan sehingga menjadi kesan yang lebih luas. Azas ini penting pula artinya dalam usaha menghubungkan bahan pelajaran  yang akan diberikan dengan apa yang telah dikenal anak.

DAFTAR PUSTAKA

http://pembentukan-apersepsi-melalui-4-pilar.html

http://teori-belajar-program-dan-prinsip.html

http://apersepsi.html

Endang Dedy dan Encum Sumiaty . Begitu Pentingkah Apersepsi pada Proses Pembelajaran Siswa ? . Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung.

Buletin PEMRI sdisi 5. Oktober 2005

Januari 13, 2011 Posted by | Pembelajaran | | 12 Komentar